Bab I
A. PENDAHULUAN
Pada zaman yang serba
modern dan instan seperti zaman sekarang, banyak manusia mendapatkan
penghasilan yang begitu besar dengan bermodalkan ilmu pengetahuan yang didapat
dari jenjang pendidikan formal. Pendidikan yang menusia dapat dari sistem
pendidikan yang di programkan oleh pemerintah, sedikit banyaknya dapat
menimbulkan penghasilan-penghasilan yang luar biasa besarnya di bandingkan
hasil pertanian, peternakan dan perkebunan. Memang dalam satu kali panen dengan
jangka satu tahun, dari tiga bidang tersebut bisa menghasilkan keuangan besar,
namun bagi orang yang berpendidikan, penghasilan keuangan dalam satu bulan
terkadang sama dengan penghasilan panen dari tiga bidang tersebut. Karena
dengan pendidikan yang didapat oleh manusia, ia bisa memeliki profesi-profesi
yang sesuai dari bidang pendidikan yang telah ia perdalami.
Seperti yang kita ketahui
bersama, bahwa wacana yang tengah hangat dalam dunia zakat selama beberapa
dekade terakhir ini adalah diperkenalkannya instrument zakat profesi di samping
zakat fitrah dan zakat maal (zakat harta). Dengan munculnya zakat profesi ini
memunculkan banyak perbincangan. Mereka yang menentang penerapan syariat zakat
profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di
dalam syariat Islam dan merupakan hal baru yang diada-adakan. Sedangkan
mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat profesi
tersebut.
Zakat profesi itu sendiri
merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi atau hasil profesi
bila telah sampai pada nisabnya. Zakat profesi memang belum dikenal dalam
khazanah keilmuan Islam, jadi banyak diperdebatkan.
Maka dari itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai pengertian zakat profesi, profesi apa yang
harus dizakati dan ketentuan dalam zakat profesi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
rumusan masalahnya adalah:
1.
Apa
pengertian dari zakat profesi?
2.
Apa landasan hukum kewajiban
zakat profesi?
3.
Kapan waktu mengeluarkan
zakat profesi?
4.
Berapa nisab zakat profesi?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
Berdasarkan rumusan
masalah di atas, maka tujuan pembahasannya adalah:
-
Untuk memahami pengertian
dari zakat profesi .
-
Untuk memahami dalil yang
mewajibkan zakat profesi.
-
Untuk memahami mengenai
waktu pengeluaran zakat profesi .
-
Untuk memahami nisab zakat
profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat
yang dikeluarkan dari penghasilan profesi ( guru, dokter, aparat, dan lain-lain
) atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya. Berbeda
dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber
pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu.
Yusuf Al-Quradhawi
menyatakan bahwa di antara hal yang sangat penting untuk mendapatkan perhatian
kaum Muslimin saat ini adalah penghasilan atau pendapatan yang di usahakan
melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan dilakukan secara sendiri
maupun secara bersama-sama. Yang dilakukan sendiri, misalnya profesi dokter,
arsitek, ahli hukum, penjahit, pelukis, mungkin juga da’i atau mubaligh, dan
lain sebagainya. Yang dilakukan secara bersama-sama, misalnya pegawai
(pemerintah maupun swasta) dengan munggunakan sistem upah atau gaji.
Oleh karena itu,
pembahasan mengenai tipe zakat profesi belum dapat dijumpai dengan tingkat
kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan
dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah
pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk
diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Disamping itu berdasarkan
tujuan disyari’atkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan
harta serat menolong para mustahik, zakat profesi juga mencerminkan rasa
keadilan yang merupakan ciri utama ajaran islam, yaitu kewajiban zakat pada
semua penghasilan dan pendapatan. [1]
B.
Landasan hukum zakat
profesi
Pertama, ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat umum yang mewajibkan
semua jenis harta dikeluarkan zakatnya. Hal
tersebut didasarkan pada firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 267:
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu
memilih yang buruk- buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu
sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
Kedua, berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang,
meskipun menggunakan istilah berbeda. Sebagian menggunakan istilah yang
bersifat umum, yaitu al-am-waal, sementara sebagian lain secara khusus
memberikan istilah dengan istilah al-Maal al-Mustafaad seperti terdapat dalam
Fiqhus Zakat dan al-Fiqh Al-Islam wa ’Adillatuhu.
Ketiga, dari sudut keadilan yang merupan ciri utama ajaran
islam. Penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa
sangat jelas, dibandingkan hanya menetapkan kewajiban zakat pada
komoditas-komoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya
saat ini kurang beruntung tetap harus berzakat, apabila pertaniannya telah
mencapai nishab. Karena itu, sangat adil pula, apabila zakat ini pun bersifat
wajib pada penghasilan yang didapatkan oleh para pekerja seperti dokter, ahli
hukum, karyawan dan profesi lainnya.
Keempat, sejalan dengan perkembangan hidup manusia,khususnya
dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahliaa dan profesi ini
akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan
ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara industri sekatang ini.
Penetapan kewajiban zakat padanya, menunjukkan betapa hukum islam sangat
aspiratif dan responsif terhadap perkembangan zakat. Afif Abdul Fatah Thabari
menyatakan bahwa aturan dalam islam itu bukan saja sekedar berdasrkan pada
keadilan bagi seluruh umat manusia, tetapi sejalan dengan kemaslahatan dan
kebutuhan hidup manusia, sepanjang zaman dan keadaan, walaupun zakat itu
berbeda dan berkembang dari waktu ke waktu.[2]
C.
Mengenai waktu pengeluaran zakat profesi
Beberapa
ulama berbeda pendapat dalam menentukan waktu
pengeluaran zakat profesi sebagai berikut:
1.
Menurut pendapat
As-syafi’i dan Ahmad
Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul
(sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat .
2.
Menurut pendapat Pendapat
Abu Hanifah, Malik dan ulama modern.
Abu Hanifah, Malik dan
ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul
tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa
setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib
mengeluarkan zakat.
3.
Menurut Pendapat Ibnu
Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern.
Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin
Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul,
tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka
mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen.[3]
D.
Nisab Zakat Profesi
Dalam ketentuan zakat profesi terdapat beberapa
kemungkinan dalam menentukan nishab dan kadar. Hal ini tergantung pada qiyas
(analogi) yang dilakukan :
1.
Jika
dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar, dan waktu
mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak.
Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 % dan waktu mengeluarkannya
setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Contoh cara menghitung
misalnya : jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan
pokok perbulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkan
adalah 2,5 % x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 pertahun /Rp
50.000,00 perbulan.
2.
Jika dianalogikan pada
zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya
sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan.
Contoh: Misalnya sebulan sekali. Cara menghitungnya
contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp
2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 pertahun / Rp 100.000,00 perbulan.
3.
Jika dianalogikan pada
zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada
saat menerimanya. Cara menghitungnya contoh kasus di atas, maka
si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20 % x Rp 5.000.000,00 atau sebesar
Rp 1.000.000,00 setiap bulan.
Zakat profesi bila
dianalogikan pada dua hal sekaligus, yaitu pada zakat pertanian dan pada zakat
emas dan perak. Dari sudut nisab dapat dianalogikan pada zakat pertanian, yaitu
sebesar 5 ausaq atau senilai 653 kg
padi/gandum dan dikeluarkan pada saat menerimanya. Misalnya setiap bulan
bagi karyawan yang menerima gaji bulanan langsung dikeluarkan zakatnya, sama
seperti zakat pertanian yang dikeluarkan pada saat panen. Sebagaimana yang
telah digambarkan Allah swt. Dalam surat al-An’am ayat 141.
Karena dianalogikan pada
zakat pertanian, maka bagi zakat profesi tidak ada ketentuan haul. Ketentuan
waktu menyalurkannya adalah pada saat menerimanya, misalnya setiap bulan, dapat
didasarkan pada tradisi suatu negara. Karena itu, pendapatan setiap hari,
misalnya dokter yang membuka praktek setiap sendiri, atau para da’i yang setiap
hari berceramah, zakatnya dikelurkan setiap bulan sekali.
Penganalogian zakat
profesi dengan zakat pertanian dilakukan karena ada kemiripan antara keduanya
(asy-syabah). Jika pada hasiil panen pada setiap panen berdiri sendiri, maka
tidak terkait antara penerima bulan kesatu dan bulan kedua dan seterusnya.
Berbeda dengan perdagangan yang selalu terkait antara bulan pertama dan bulan
kedua dan seterusnya sampai dengan jangka waktu satu tahun atau tahun tutup
buku.
Dari sudut kadar zakat,
dianalogikan pada zakt uang karena memang gaji, honorarium, upah dan lainnya,
pada umumnya diterima dalam bentuk uang. Karena itu kadr zakatnya adalah
sebesar rub’ul usyuri atau 2,5%.
Qiyas syabah yang
digunakan dalam penetapan kadar dan nisab zakat profesi pada zakat pertanian
dan zakat nuqud (emas dan perak) adalah qiyas yang illat hukumnya ditetapkan
melalui metode syabah.[4]
KESIMPULAN
Zakat profesi adalah zakat
yang dikeluarkan dari penghasilan profesi ( guru, dokter, aparat, dan lain-lain
) atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya. Berbeda
dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber
pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu.
Profesi yang dizakati adalah profesi
yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung pada orang lain, berkan kecekatan
tangan ataupun otak. Dan profesi yang dikerjakan seseorang buata pihak lain
baik pemerintah, perusahaan maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang di
berikan, dengan tangan, otak ataupun kedua-duanya.
Para ahli fiqh kontemporer berpendapat
bahwa nisab zakat profesi diqiyaskan (dianalogikan) dengan nisab kategori aset
wajib zakat keuangan yaitu senilai 85 gram emas atau 200 dirham perak dan
dengan syarat kepemilikannya telah melalui
kesempurnaan masa haul. Sedangkan untuk pendapatan dari hasil kerja
profesi (pasif income) para fuqaha berpendapat niosab zakatnya dapat diqiyaskan
dengan zakat hasil perkebunan dan pertanian yaitu 750 kg beras dari benih hasil
pertanian dan dalam hal ini tidak disyaratkan kepemilikan satu tahun (tidak
memerlukan masa haul).
Bila kesadaran berzakat telah
tumbuh dengan baik, maka cara mana pun yang akan kita tempuh dalam menghitung
zakat, tentu tidak ada lagi umat islam yang berkeberatan dan mengelak dari
kewajiban menunaikan zakat.
DAFTAR PUSTAKA
Qhardawi
Yusuf.Hukum Zakat . Jakarta:PT.Pustaka Litera AntarNusa, 1988
Hasan
M.Ali. Zakat dan Infak.Jakarta:Kencana,2008
Hasan
M.Ali.Masail Fiqiyah.Jakarta:PT. Raja Grafindo Persad,1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar