Rabu, 10 September 2014

pengertian distribusi dalam hadis ekonomi

I.                   Definisi Distribusi
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang/jasa dari produsen ke konsumen, maka salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah memilih secara tepat Saluran Distribusi (channel of distribution) yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen.  
Beberapa pengertian Saluran Distribusi antara lain sebagai berikut :[1]
1.      Menurut David A. Revzan
            Saluran distribusi merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai.
2.      Menurut The American Marketing Association
            Saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan yang terdiri dari agen,  dealer,  pedagang besar dan pengecer melalui sebuah komoditi, produk atau jasa dipasarkan.  
3.      Menurut C. Glenn Walter
            Saluran distribusi adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang mengkombinasikan antara hj fisik dan nama dari suatu produk untuk menciptakan kegunaan pasar tertentu.
4.      Menurut Philip Kotler
            Saluran distribusi sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengmbil alih hak, atau membantu dalam mengalihkan hak atas barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui adanya beberapa unsur penting yaitu :
a.                   Saluran distribusi merupakan sekelompok lembaga yang ada di antara berbagai lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu tujuan.
b.                   Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai pasar-pasar  tertentu.
c.                   Saluran distribusi melaksanakan dua kegiatan penting untuk mencapai tujuan, yaitu :
-                      Mengadakan penggolongan dan
-                      Mendistribusikannya
Distribusi dalam islam ada dua orientasi :
1.                   Menyalurkan rezeki (harta kekayaan)
2.                  Berkenaan dengan mempertukarkan hasil-hasil produksi dan daya ciptanya kepada orang lain yang membutuhkan, agar mandapat laba sebagai wujud dari pemenuhan kebutuhan atas bisnis oriented.
II.                Fungsi Distribusi Pendapatan
            Berdasarkan pada keyakinan bahwa umat islam merupakan umat terbaik, khair ummat. Motivasi ini dimaksudkan agar mereka mencoba menggunakan instrument-instrumen ekonominya dengan cara yang baik dan benar. Sebagaimana tujuan adanya negara.
Jadi, tujuan adanya negara adalah agar dapat mengayomi warganya dalam membantu memantapkan kesejahteraan seluruh manusia.
Jadi, fungsi distribusi pendapatan sebagaimana tersebut di atas adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi  (economic equilibrium), meskipun negara merupakan Big Market (pasar besar).








Sebagaimana dijelaskan pada gambar 1.1 berikut ini :

Produsen
Konsumen
 


Pengecer
Produsen
Konsumen
Agen
Pengecer
Konsumen
Produsen
Produsen
Pengecer
Ped. Besar
Konsumen
 








Gambar 1.1 Fungsi Distribusi
(1)                Produsen- Konsumen
Dikatakn saluran langsung atau saluran nol tingkat (zero level channel) yaitu dari produsen langsung dijual ke konsumen, tanpa melibatkan pedagang perantara.
(2)                Produsen-Pengecer-Konsumen
Disebut saluran satu tingkat (one level channel) yaitu mencakup dua perantara.
(3)                Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Sering disebut saluran dua tingkat (two level channel) yaitu mencakup dua perantara tersebut adalah pedagang besar dan pengecer.
(4)                Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen
Tipe saluran ini hampir sama dengan tipe yang ketiga diatas, juga melibatkandua perantara, hanya saja disini bukan pedagang besar tetapi agen.
(5)                Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Disini terdapat tiga perantara (three level channel) atau disebut saluran tiga tingkat. Dari agen yang dipilih perusahaan masih melalui pedagang besar terlebih dahulu sebelum ke pengecer.[2]
III.             Zis dan waris : Teonomic Distribution
Langkah-langkah untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan di atas akan lebih baik (berhasil) bila semua itu diperkuat lebih lanjut dengan  mengaktifkan sistem (ekonomi) islam mengenai zakat, infak , shodaqoh dan pewarisan. Keempat langkah ini akan dijelaskan sebagai berikut.
1)      Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS)
Zakat, dari cara pemerolehannya tidak akan dikumpulkan selain dari harta orang-orang islam, bukan dari orang non- muslim.
Al-Qur’an menegaskan pada salah satu golongan yang berhak menerima bagian zakat. Zakat yang dikumpulkan berbentuk uang tunai (Dirham dan Dinar), hasil pertanian.
Zakat, sungguh pun itu mengmbil bentuk mengeluarkan sebagian dari harta untuk menolong fakir miskin dan sebagainya, juga merupakan pensucian roh.Oleh karna itu, zakat berfungsi sebagai funding to distribute atau pooling fund (aspek sosial) dan effort to flowing (aspek pengendalian).Dan yang terpenting, membayar zakat adalah untuk memberi makan fakir miskin.
Ada beberapa pengaruh ekonomis dari zakat tampak dalam hal-hal sebagai berikut :
a.                   Pengaruh zakat pada usaha produktif
b.                   Pengaruh zakat dalam mengembalikan pembagian pendapat
c.                   Pengaruh zakat atas kerja
Zakat juga harus memberikan pengaruh lain yang bermanfaat bagi negara-negara muslim. Ia juga harus menambah persediaan dana investasi. Retribusi zakat dari semua kekayaan, termasuk emas, perak, dan harta simpanan, akan mendorong pembayar zakat untuk mencari pendapatan dari harta mereka agar ia dapat membayar zakat tanpa mengurangi harta itu.[3]
Perencanaan Pendistribusian
Zakat, Infak dan Shodaqah oleh Masyarakat
Zakat, Infak dan Shodaqah oleh Perorangan

Bait al-maal
1.      Fakir
2.      Miskin
3.      ‘Amil
4.      Muallaf
5.      Budak
6.      Penghutang
7.      Sabilillah
8.      Ibnu Sabil
 














Gambar 1.2 Model Pendistribusian Zakat, Infak, dan Shodaqah
2)      Waris
Islam telah melembagakan sistem pewarisan unik yang dirancang untuk mewujudkan suatu distribusi kekayaan yang lebih adil.
Waris adalah salah satu sarana untuk membagikan kekayaan.Gagasan tentang masalah waris mendapat perhatian serius dari Taqiyuddin An-Nabhani. Menurutnya, ada tiga kondisi yang menjadi pedoman dalam mendermakan kekayaan dalam masalah waris, yaitu :
Kondisi pertama: apabila ahli waris yang pertama bias menghabiskan semua harta pusaka –yang di tinggalkan mayit – sesuai dengan hukum-hukum waris, dalam kondisi semacam ini semua harta pusaka yang ada akan dibagikan kepada mereka.
Kondisi kedua: apabila disana tidak terdapat ahli waris yang bisa menghabiskan semua harta pusaka, sesuai dengan hukum syara’.
Kondisi ketiga: apabila tidak terdapat ahli waris sama sekali, maka dalam kondisi semacam ini, semua harta pusaka yang ada diserahkan kepada baitul maal, atau negara.[4]
Dengan demikian, harta kekayaan tersebut bisa didermakan dan di pindahkan kepada ahli waris yang ada.

IV.             Teori Keadilan Distribusi
1.                   Teori Keadilan Distribusi
Prinsip dasar keadilan distributive, atau yang kini juga dikenal sebagai keadilan ekonomi, adalah distribusi ekonomi yang merata atau yang dianggap adil bagi semua.
2.                   Teori Keadilan Distributif John Rawls
Menurut John Rawls, pasar bebas justru menimbulkan ketidakadilan yang paling jelas dari sistem kebebasan kodrati adalah bahwa sistem ini mengijinkan pembagian kekayaan dipengaruhi secara tidak tepat oleh kondisi-kondisi (alamiah dan sosial yang kebetulan) ini, yang dari sudut pandang moral sedemikian sewenang-wenang.[5]
3.                   Keadilan Distribusi dalam Islam
“Wawasan Al-Qur’an” mengatakan bahwa, setidaknya ada empat makna keadilan :sama, seimbang, perhatian kepada hak-hak individu dan memberi hak-hak itu kepada setiap pemiliknya dan adil yang dinisbatkan kepada Allah.[6]
Dalam kegiatan ekonomi, keadilan pada umumnya dibagi menjadi dua macam, yaitu : distributive justice dan productive justice. Keadilan distribusi, dimana semua yang terlibat dalam proses produksi berhak atas kerjanya. Keadilan produksipelakunya adalah perusahaan, bentuknya berupa pembagian pemilikan  kekayaanperusahaan dan penerimanya karyawan diperusahaan yang bersangkutan.
V.                Pandangan Islam Mengenai Imbalan Terhadap Faktor Produksi
            Ada beberapa bentuk distribusi kekayaan atau pendapatan yang diatur oleh islam, yaitu :sewa atas tanah ; upah bagi pekerja ;nimbalan atas modal ; laba bagi perusahaan.
1.      Sewa atas tanah
Unsur-unsur atas produksi yang terkandung didalam sumber kekayaan tersebut.
Merupakan rezeki dari Allah agar manusia dapat menggali dan menggunakan kekayaan tersebut  untuk kemakmuran umat manusia.
Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa adanya larangan mengambil sewa adalah karena dikhawatirkan aka nada pihak yang dirugikan dalam hal ini adalah penggarap. Sedangkan pendapat yang membolehkan sewa didasarkan pada pengambilan manfaat atas tanah oleh orang lain untuk usaha produktif.
2.      Upah bagi pekerja
Upah adalah harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan.
Beberapa ayat dan hadits Nabi saw. Menjelaskan bahwa dalam pemberian upah kepada pekerja merupakan sesuatu yang diwajibkan karna telah menggunakan tenaga orang lain. Upah adalah sebagai imbalan dari jerihpayah seseorang atas pekerjaan yang telah dilakukan yang harus diberikan secara adil.
3.      Imbalan atas Modal
Modal dalam ilmu ekonomi islam dipandang sebagai sesuatu khusus karena dalam islam ada.
Larangan yang tegas mengenai riba atau bunga yang dapat merugikan pekerja.Modal adalah sesuatu yang diharapkan dapat memberikan penghasilan pemiliknya tanpa harus mengambil bunga darinya.
Tabungan adalah hasil dari kumpulan pendapatan masyarakat yang tidak digunakan untukmembeli barang-barang konsumsi.
Penggunaan kata riba dimaksudkan pada setiap perbuatan mengmbil sejumlah yang berasal dari orang yang berhubungan secara berlebihan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa islam memperbolehkan adanya imbalan berupa laba bagi peranan modal dalam proses produksi yang bersifat tidak tetap sesuai dengan kondisi perusahaan yang suatu saat mengalami keuntungan serta asumsi pada suatu saat akan mengalami kerugian.
4.      Laba bagi pengusaha
Laba merupakan bagian dari keuntungan seorang pengusaha sebagai imbalan atas usahanya.
Mengelola perusahaan dengan menggabungkan berbagai faktor produksi untuk mencapai hasil sebanyak-banyaknya serta membagi keuntungan perusahaan kepada pemilik faktor produksi yang lebih dalam penyelenggaraan produksi.
Seorang pengusaha harus bekerja dengan benar, karena hal-hal sbb :
a.                   Faktor-faktor produksi yang dikelolanya merupakan suatu amanah, sehingga ia harus melaksanakan amanah tersebut.
b.         Dia harus membayar upah kepada para pekerja tanpa harus menganiaya pekerja dan siapa saja yang bekerja sama dengan usahanya termasuk pemilik modal.
c.         Dia harus berlaku adil dalam membagi keuntungan kepada yang berhak menerimanya.
d.         Seorang pengusaha diperbolehkan mengambil keuntungan atas peranannya dalam menjalankan perusahaan.
VI.      Nilai dan Moral di Bidang Distribusi
Dalam melakukan distribusi pendapatan yang berkeadilan, dapat saja pemerintah memungut pajak atau zakat yang wajib dibayar dalam sistem ekonomi konvensional dan dalam sistem ekonomi syariah.  Dalam ekonomi konvensional dikenal dua definisi rasional, yaitu present-aimdan self-interest.Dalam definisi present-aim yang penting adalah bagaimana mencapai tujuan dengan efisien tanpa mempermasalahkan tujuannya. Sedangkan dalam definisi self-interest, diasumsikan motif(niat) lah yang mendorong ia melakukan suatu perbuatan.
Distribusi dan alokasi sumber daya dalam ekonomi islam sangat jelas dan penanganan masalah dapat dilakukan dengan tekhnik ekonomi dengan keuntungan maksimum.
Dalam islam sendiri, redistribusi kekayaan dilakukan sebagai suatu kewajiban (misalnya zakat) dan sebagai suatu cara untuk meningkatkan utility (misalnya infak).[7]
Nilai dibidang distribusi antara lain :
1.         Nilai Kebebasan
a.          Asas Kebebasan
Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi harus dilandasi keimanan kepada Allah dan ke-Esaan-Nya serta keyakinan manusia kepada sang pencipta.
b.         Bukti-bukti kebebasan
·                      Hak milik pribadi
             Kepemilikan adalah suatu bukti prinsip kebebasan.Seorang yang memiliki benda dapat menguasai dan memanfaatkannya.
·                    Warisan
Disyariat’kannya warisan adalah sebagai pencerminan kebebasan.
2.                  Nilai Keadilan
            Hal diatas dimaksudkan karena pada dasarnya manusia sangat senang mengumpulkan harta sehingga dalam pembelanjaan hartanya terkadang ia berlaku boros dan bersifat kikir. Oleh karena itu, islam memberikan perhatian mengenai keadilan dan larangan berbuat zalim.





DAFTAR PUSTAKA



Aziz, Abdul. 2008. Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Angipora, Marius P. 1999.Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta : Rajawali Press.
Sumarni, Murti. 1997.Marketing Perbankan. Yogyakarta : Liberty.
Chapra, Umar. 1999.Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani Press.
Shihab, M. Quraisy. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung : Mizan.
Diana, Ilfi Nur, MSI. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang : UIN Malang Press.
Drs. Muhammad, M. Ag. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam. Yogyakarta : BPFE.
Sholahuddin, M, S. E., M. Si. 2007. Asas-asas Ekonomi Islam.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Ir. Karim, Adiwarman A, S.E, M.B.A, M.A.E.P. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada



[1] Dikutip dari Marius P. Angipora, Dasar-dasar Pemasaran, (Jakarta : Rajawali Press, 1999), h. 191-192.
[2] Murti Sumarni, Marketing Perbankan, (Yogyakarta : Liberty, 1997), h. 273.
[3] Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta : Gema Insani Press, 1999), h. 297.
[4]Op. Cit., h. 118.
[5]Ibid.
[6] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h. 110
[7]Robert H. Frank. Microeconomics and behavior 2nded. (New York:Mc Graw Hill,1994)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar