I.
Definisi Distribusi
Dalam usaha untuk memperlancar arus barang/jasa dari produsen ke
konsumen, maka salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah
memilih secara tepat Saluran Distribusi (channel of distribution) yang
akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-barang atau jasa-jasa dari
produsen ke konsumen.
Beberapa pengertian Saluran Distribusi antara lain
sebagai berikut :[1]
1. Menurut David A. Revzan
Saluran distribusi merupakan suatu jalur yang dilalui oleh arus barang-barang
dari produsen ke perantara dan akhirnya sampai pada pemakai.
2. Menurut The American Marketing Association
Saluran distribusi merupakan suatu struktur unit organisasi dalam perusahaan yang
terdiri dari agen, dealer, pedagang besar dan pengecer melalui sebuah
komoditi, produk atau jasa dipasarkan.
3. Menurut C. Glenn Walter
Saluran distribusi adalah sekelompok pedagang dan agen perusahaan yang
mengkombinasikan antara hj fisik dan nama dari suatu produk untuk
menciptakan kegunaan pasar tertentu.
4. Menurut Philip Kotler
Saluran distribusi sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengmbil alih
hak, atau membantu dalam mengalihkan hak atas barang atau jasa tersebut
berpindah dari produsen ke konsumen.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui adanya beberapa unsur
penting yaitu :
a.
Saluran distribusi merupakan sekelompok lembaga yang
ada di antara berbagai lembaga yang mengadakan kerjasama untuk mencapai suatu
tujuan.
b.
Tujuan dari saluran distribusi adalah untuk mencapai
pasar-pasar tertentu.
c.
Saluran distribusi melaksanakan dua kegiatan penting
untuk mencapai tujuan, yaitu :
-
Mengadakan penggolongan dan
-
Mendistribusikannya
Distribusi dalam islam ada dua orientasi :
1.
Menyalurkan rezeki (harta kekayaan)
2.
Berkenaan dengan mempertukarkan hasil-hasil produksi
dan daya ciptanya kepada orang lain yang membutuhkan, agar mandapat laba
sebagai wujud dari pemenuhan kebutuhan atas bisnis oriented.
II.
Fungsi Distribusi Pendapatan
Berdasarkan pada
keyakinan bahwa umat islam merupakan umat terbaik, khair ummat. Motivasi
ini dimaksudkan agar mereka mencoba menggunakan instrument-instrumen ekonominya
dengan cara yang baik dan benar. Sebagaimana tujuan adanya negara.
Jadi, tujuan adanya negara adalah agar dapat mengayomi warganya
dalam membantu memantapkan kesejahteraan seluruh manusia.
Jadi, fungsi distribusi pendapatan sebagaimana tersebut di atas adalah
untuk mencapai keseimbangan ekonomi
(economic equilibrium), meskipun negara merupakan Big Market (pasar besar).
Sebagaimana dijelaskan pada gambar 1.1 berikut ini :
|
Produsen
|
|
Konsumen
|
|
Pengecer
|
|
Produsen
|
|
Konsumen
|
|
Agen
|
|
Pengecer
|
|
Konsumen
|
|
Produsen
|
|
Produsen
|
|
Pengecer
|
|
Ped. Besar
|
|
Konsumen
|
Gambar 1.1 Fungsi Distribusi
(1)
Produsen- Konsumen
Dikatakn saluran langsung atau saluran
nol tingkat (zero level channel) yaitu dari produsen langsung dijual ke
konsumen, tanpa melibatkan pedagang perantara.
(2)
Produsen-Pengecer-Konsumen
Disebut saluran satu tingkat (one level
channel) yaitu mencakup dua perantara.
(3)
Produsen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Sering disebut saluran dua tingkat (two
level channel) yaitu mencakup dua perantara tersebut adalah pedagang besar
dan pengecer.
(4)
Produsen-Agen-Pengecer-Konsumen
Tipe saluran ini hampir sama dengan tipe yang ketiga diatas, juga melibatkandua perantara, hanya saja disini bukan pedagang besar tetapi agen.
(5)
Produsen-Agen-Pedagang Besar-Pengecer-Konsumen
Disini terdapat tiga perantara (three
level channel) atau disebut saluran tiga tingkat. Dari agen yang dipilih perusahaan masih melalui pedagang besar
terlebih dahulu sebelum ke pengecer.[2]
III.
Zis dan waris : Teonomic Distribution
Langkah-langkah untuk mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan di
atas akan lebih baik (berhasil) bila semua itu diperkuat lebih lanjut
dengan mengaktifkan sistem (ekonomi)
islam mengenai zakat, infak , shodaqoh dan pewarisan. Keempat langkah ini akan
dijelaskan sebagai berikut.
1) Zakat, Infak dan Shodaqoh (ZIS)
Zakat, dari cara pemerolehannya tidak akan dikumpulkan selain dari harta
orang-orang islam, bukan dari orang non- muslim.
Al-Qur’an menegaskan pada salah satu
golongan yang berhak menerima bagian zakat. Zakat yang dikumpulkan berbentuk
uang tunai (Dirham dan Dinar), hasil pertanian.
Zakat, sungguh pun itu mengmbil bentuk mengeluarkan sebagian dari harta
untuk menolong fakir miskin dan sebagainya, juga merupakan pensucian roh.Oleh
karna itu, zakat berfungsi sebagai funding to distribute atau pooling
fund (aspek sosial) dan effort to flowing (aspek pengendalian).Dan yang
terpenting, membayar zakat adalah untuk memberi makan fakir miskin.
Ada beberapa pengaruh ekonomis dari zakat tampak dalam hal-hal sebagai
berikut :
a.
Pengaruh zakat pada usaha produktif
b.
Pengaruh zakat dalam mengembalikan pembagian pendapat
c.
Pengaruh zakat atas kerja
Zakat juga harus memberikan pengaruh lain yang bermanfaat bagi
negara-negara muslim. Ia juga harus menambah persediaan dana investasi.
Retribusi zakat dari semua kekayaan, termasuk emas, perak, dan harta simpanan,
akan mendorong pembayar zakat untuk mencari pendapatan dari harta mereka agar
ia dapat membayar zakat tanpa mengurangi harta itu.[3]
|
Perencanaan Pendistribusian
|
|
Zakat, Infak
dan Shodaqah oleh Masyarakat
|
|
Zakat, Infak
dan Shodaqah oleh Perorangan
|
|
Bait al-maal
|
|
1. Fakir
2. Miskin
3. ‘Amil
4. Muallaf
5. Budak
6. Penghutang
7. Sabilillah
8. Ibnu Sabil
|
Gambar
1.2 Model Pendistribusian Zakat, Infak,
dan Shodaqah
2) Waris
Islam telah
melembagakan sistem pewarisan unik yang dirancang untuk
mewujudkan suatu distribusi kekayaan yang lebih adil.
Waris adalah salah satu sarana untuk
membagikan kekayaan.Gagasan tentang masalah waris mendapat perhatian serius
dari Taqiyuddin An-Nabhani. Menurutnya, ada tiga kondisi yang menjadi pedoman
dalam mendermakan kekayaan dalam masalah waris, yaitu :
Kondisi pertama: apabila ahli waris yang pertama bias
menghabiskan semua harta pusaka –yang di tinggalkan mayit – sesuai dengan
hukum-hukum waris, dalam kondisi semacam ini semua harta pusaka yang ada akan
dibagikan kepada mereka.
Kondisi kedua: apabila disana tidak terdapat ahli waris
yang bisa menghabiskan semua harta pusaka, sesuai dengan hukum syara’.
Kondisi ketiga: apabila tidak terdapat ahli waris sama
sekali, maka dalam kondisi semacam ini, semua harta pusaka yang ada diserahkan
kepada baitul maal, atau negara.[4]
Dengan demikian, harta kekayaan tersebut bisa didermakan dan di
pindahkan kepada ahli waris yang ada.
IV.
Teori Keadilan Distribusi
1.
Teori Keadilan Distribusi
Prinsip dasar keadilan distributive, atau
yang kini juga dikenal sebagai keadilan ekonomi, adalah distribusi ekonomi yang
merata atau yang dianggap adil bagi semua.
2.
Teori Keadilan Distributif John Rawls
Menurut John Rawls, pasar bebas justru menimbulkan ketidakadilan
yang paling jelas dari sistem kebebasan kodrati adalah bahwa sistem ini
mengijinkan pembagian kekayaan dipengaruhi secara tidak tepat oleh kondisi-kondisi
(alamiah dan sosial yang kebetulan) ini, yang dari sudut pandang moral
sedemikian sewenang-wenang.[5]
3.
Keadilan Distribusi dalam Islam
“Wawasan Al-Qur’an” mengatakan bahwa,
setidaknya ada empat makna keadilan :sama, seimbang, perhatian kepada hak-hak
individu dan memberi hak-hak itu kepada setiap pemiliknya dan
adil yang dinisbatkan kepada Allah.[6]
Dalam kegiatan ekonomi, keadilan pada umumnya dibagi menjadi dua macam,
yaitu : distributive justice dan productive justice. Keadilan distribusi,
dimana semua yang terlibat dalam proses produksi berhak atas kerjanya. Keadilan
produksipelakunya adalah perusahaan, bentuknya berupa pembagian
pemilikan kekayaanperusahaan dan
penerimanya karyawan diperusahaan yang bersangkutan.
V.
Pandangan Islam Mengenai Imbalan Terhadap Faktor
Produksi
Ada beberapa bentuk distribusi kekayaan
atau pendapatan yang diatur oleh islam, yaitu :sewa atas tanah ; upah bagi
pekerja ;nimbalan atas modal ; laba bagi perusahaan.
1. Sewa atas tanah
Unsur-unsur atas produksi yang terkandung didalam sumber kekayaan tersebut.
Merupakan rezeki dari Allah agar manusia dapat menggali dan menggunakan
kekayaan tersebut untuk kemakmuran umat
manusia.
Dari pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa adanya larangan
mengambil sewa adalah karena dikhawatirkan aka nada pihak yang dirugikan dalam
hal ini adalah penggarap. Sedangkan pendapat yang membolehkan sewa didasarkan
pada pengambilan manfaat atas tanah oleh orang lain untuk usaha produktif.
2. Upah bagi pekerja
Upah adalah harga yang dibayarkan kepada
pekerja atas jasanya dalam produksi kekayaan.
Beberapa ayat dan hadits Nabi saw. Menjelaskan bahwa dalam pemberian
upah kepada pekerja merupakan sesuatu yang diwajibkan karna telah menggunakan
tenaga orang lain. Upah adalah sebagai imbalan dari jerihpayah seseorang atas
pekerjaan yang telah dilakukan yang harus diberikan secara adil.
3. Imbalan atas Modal
Modal dalam ilmu ekonomi islam dipandang
sebagai sesuatu khusus karena dalam islam ada.
Larangan yang tegas mengenai riba
atau bunga yang dapat merugikan pekerja.Modal adalah sesuatu yang diharapkan
dapat memberikan penghasilan pemiliknya tanpa harus mengambil bunga darinya.
Tabungan adalah hasil dari kumpulan pendapatan masyarakat yang tidak
digunakan untukmembeli barang-barang konsumsi.
Penggunaan kata riba dimaksudkan pada setiap perbuatan mengmbil sejumlah
yang berasal dari orang yang berhubungan secara berlebihan.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa islam memperbolehkan adanya imbalan
berupa laba bagi peranan modal dalam proses produksi yang bersifat tidak tetap
sesuai dengan kondisi perusahaan yang suatu saat mengalami keuntungan serta
asumsi pada suatu saat akan mengalami kerugian.
4. Laba bagi pengusaha
Laba merupakan bagian dari keuntungan
seorang pengusaha sebagai imbalan atas usahanya.
Mengelola perusahaan dengan menggabungkan
berbagai faktor produksi untuk mencapai hasil sebanyak-banyaknya serta membagi
keuntungan perusahaan kepada pemilik faktor produksi yang lebih dalam
penyelenggaraan produksi.
Seorang
pengusaha harus bekerja dengan benar, karena hal-hal sbb :
a.
Faktor-faktor
produksi yang dikelolanya merupakan suatu amanah, sehingga ia harus
melaksanakan amanah tersebut.
b. Dia
harus membayar upah kepada para pekerja tanpa harus menganiaya pekerja dan
siapa saja yang bekerja sama dengan usahanya termasuk pemilik modal.
c. Dia harus berlaku adil dalam membagi
keuntungan kepada yang berhak menerimanya.
d. Seorang pengusaha diperbolehkan mengambil
keuntungan atas peranannya dalam menjalankan perusahaan.
VI. Nilai dan Moral di Bidang Distribusi
Dalam melakukan distribusi
pendapatan yang berkeadilan, dapat saja pemerintah memungut pajak atau zakat
yang wajib dibayar dalam sistem ekonomi konvensional dan dalam sistem ekonomi
syariah. Dalam ekonomi konvensional
dikenal dua definisi rasional, yaitu present-aimdan self-interest.Dalam
definisi present-aim yang penting adalah bagaimana mencapai tujuan
dengan efisien tanpa mempermasalahkan tujuannya. Sedangkan dalam definisi self-interest,
diasumsikan motif(niat) lah yang mendorong ia melakukan suatu perbuatan.
Distribusi dan alokasi sumber daya
dalam ekonomi islam sangat jelas dan penanganan masalah dapat dilakukan dengan
tekhnik ekonomi dengan keuntungan maksimum.
Dalam islam sendiri, redistribusi
kekayaan dilakukan sebagai suatu kewajiban (misalnya zakat) dan sebagai suatu
cara untuk meningkatkan utility (misalnya infak).[7]
Nilai dibidang distribusi antara
lain :
1. Nilai Kebebasan
a. Asas Kebebasan
Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi
harus dilandasi keimanan kepada Allah dan ke-Esaan-Nya serta keyakinan manusia
kepada sang pencipta.
b. Bukti-bukti kebebasan
·
Hak milik pribadi
Kepemilikan
adalah suatu bukti prinsip kebebasan.Seorang yang memiliki benda dapat
menguasai dan memanfaatkannya.
·
Warisan
Disyariat’kannya
warisan adalah sebagai pencerminan kebebasan.
2.
Nilai Keadilan
Hal diatas dimaksudkan
karena pada dasarnya manusia sangat senang mengumpulkan harta sehingga dalam
pembelanjaan hartanya terkadang ia berlaku boros dan bersifat kikir. Oleh
karena itu, islam memberikan perhatian mengenai
keadilan dan larangan berbuat zalim.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz, Abdul. 2008. Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro. Yogyakarta
: Graha Ilmu.
Angipora, Marius P. 1999.Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta :
Rajawali Press.
Sumarni, Murti. 1997.Marketing Perbankan. Yogyakarta :
Liberty.
Chapra, Umar. 1999.Islam dan Tantangan Ekonomi. Jakarta :
Gema Insani Press.
Shihab, M. Quraisy. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung : Mizan.
Diana, Ilfi Nur, MSI. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang :
UIN Malang Press.
Drs. Muhammad, M. Ag. 2004. Ekonomi Mikro dalam Perspektif
Islam. Yogyakarta : BPFE.
Sholahuddin, M, S. E., M. Si. 2007. Asas-asas Ekonomi Islam.Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada
Ir. Karim, Adiwarman A, S.E, M.B.A, M.A.E.P. 2007. Ekonomi Mikro
Islami. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
[1] Dikutip
dari Marius P. Angipora, Dasar-dasar Pemasaran, (Jakarta : Rajawali
Press, 1999), h. 191-192.
[2] Murti
Sumarni, Marketing Perbankan, (Yogyakarta : Liberty, 1997), h. 273.
[3] Umar
Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta : Gema Insani Press,
1999), h. 297.
[4]Op.
Cit., h. 118.
[5]Ibid.
[6] M.
Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1996), h. 110
[7]Robert H.
Frank. Microeconomics and behavior 2nded. (New York:Mc Graw
Hill,1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar