Rabu, 10 September 2014

hadis ekonomi : akad-akad transaksi syariah

I.                  DEFINISI AKAD-AKAD TRANSAKSI
1.      PENGHIMPUNAN DANA (WADI’AH)
[1]Wai’ah dapat diartikan sebagai titipan murni atau simpanan dari satu pihak kepihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَدَّ الْأَمَانَةَ إِلَلى مَنِ الْتَمَنَكَ وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
Dari Abu Hurairah siriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat kepada orang yang telah mengkhianatimu.”
 Menerima simpanan pada dasarnya adalah Yadul Amanah (tangan amanah), jiak hilang atau rusak maka penerima simpanan tidak wajib mengganti, kecuali akibat kelalaiannya. Karena ia harus meminta ijin dari pembeli titipan untuk kemudian mempergunakannya dengan catatan ia menjamin akan mengembalikan aset dalam keadaan utuh. Dengan demikian , yang terjadi bukan lagi yadul amanah, tetapi yad al-dhamanah (tangan penanggung) yang harus bertanggung jawab atas segala kerusakan  dan kehilangan.
Konsep yadul amanah dalam perbankan, nasabah menitip barang atau uang pada bank  dan pihak bank mengenakan biaya penitipan. Pihak bank tidak boleh menggunakannya. Adapun konsep yad al-dhamanah, nasabah menitipkan uang kepada bank sedangkan bank memanfaatkan dana tersebut dengan bagi hasil sehingga mereka dapat bonus atau insentif.

2.      BAGI HASIL (PROFIT SHARING)
a.      Mudharabah
Mudharabah adalah satu solusi islam untuk mencegah riba. Mudharabah berasal dari kata dharb,artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya. Mudharabah adalah kerja sama usaha antara kedua belah pihak dimana pihak pertama disebut shohibul maal menyediakan seluruh modal kepada pihak kedua sebagai pengelolayang disebut mudharib dan keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan antara keduanya, sebagaimana hadist berikut:
قَالَ رَسُولُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ اْلبَرَكَةُ اْلبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَاْلمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ اْلبُرِّ بِالشَّعِيْرِ لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ
Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh,muqharadah(bagi hasil) dan mencampurkan gandum dengan untuk keperluan rumah bukan untuk dijual

            Qirad dalam hadist tersebut adalah salah satu pihak mempunyai harta,pihak lain mempunyai kemampuan usaha. Qirad adalah istilah lain dari Mudharabah. Secara umum kerjasama ini dibagi menjadi dua jenis: Mudhrabah mutlakah adalah bentuk kerja sama antara shohibul maal dan mudharib yang cakupannya luas tidak dibatasi spesifikasi jenis Mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah mutlakah yang mana si mudharib dibatasi dengan spesifikasi jenis usaha.
Dengan demikian apabila terjadi kerugian yang disebabkan kecerobohan salah satu pihak, maka ia harus menanggung kerugiannya sendiri, tetapi kalau kerugian itu karena kecelakaan atau unsur ketidak-sengajaan maka kerugian ditanggung bersama.
b.      Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing memberikan kontribusi dana atau amal untuk kesepakatan  bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam perbankan, statusnya Al musyarakah biasanya diaplikasikan dalam proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang disepakati oleh bank. [2]Hadis yang menjadi landasan musyarakah adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قَالَ إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ أَ نَا ثَالِثُ الشِّرِ يكَيْنِ مَا لَمْ يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ
Dari abu hurairah rasulullah SAW berkata: “sesungguhnya Allah SWT berfirman: ‘ Aku pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak menghianati yang lainnya.”
Hadist tersebut  menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan pengkongsian selamasaling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi penghianatan.
c.       Muzara’ah
Musara’ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang pertanian atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.






Skema Muzara’ah
Perjanjian Bagi Hasil
 


Pemilik Lahan                                                                   Penggarap
·         Keahlian
·         Tenaga
·         waktu
·         Lahan
·         Pupuk
·         Benih
·         Dsb.
 



                                                                Lahan Pertanian                   

                                           Hasil panen

d.      Musaqah
Musaqah adalah bentuk sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.

3.      JUAL BELI
a.      Murabahah(jual beli dengan pembayaran tangguh)
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Penjual harus memberi tahu harga asal dengan tambahan keuntungan yang nilainya disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam perbankan konvensional ada produk kredit denagn sistem bunga. Dalam perbankan syari’ah menggunakan prinsip jual beli  yang disebut murabahah. [3]Dan landasan hukumnya seperti firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ الله البَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَ
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q.S: AL BAQARAH: 275)
Adapun syarat murabahah adalah:
1.      Penjual memberitahu biaya modal kepada pembelinya.
2.      Kontark pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3.      Kontrak harus bebas dari riba.
4.      Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila ada cacat atas barang sesudah pembelian.
5.      Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.

b.      Salam (jual beli dengan pembayaran dimuka)
Dalam pengertian sederhana salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari sementara pembayaran dilakukan dimuka. Hadist yang menjadi landasan transaksi bai’ as salam:
مَنْ اَسْلَفَ فِى شَئْ فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ (اخرجه الاأمة الستة)
“ barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya mereka melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui. “
[4]Rukun salam adalah:
1.      Pembeli atau muslam
2.      Penjual atau muslam ilaih
3.      Modal atau uang
4.      Barang atau muslam fihi
5.      sighat
Adapun syarat as-salam adalah:
1.      Modal harus diketahui artinya barang yang akan disuplay harus diketahui jenis,harga,kualitas dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah harus dalam bentuk uang tuani.
2.      Penerimaan pembayaran salam: mayoritas ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan ditempat kontrak.
3.      Barang harus spesifik dan dapat diakui sebagai hutang
Dalam perbankan bai’as-salam biasanya dipergunakan dalam pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek yaitu 2-6 bulan karena yang dibeli oleh  bank adalah barang seperti padi, jagung, cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut sebagai simpanan atau inventori. Dilakukanlah akad bai’as-salam kepada pembali kedua,misalnya kepada bolog, pedagang, pasar induk, atau grosir.
c.       Istishna (jual beli berdasarkan pesanan)
Transaksi bai’ al istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran menurut jumhur fuqaha.al istishna merupakan suatu jenis khusus dari akad as salam. Biasanya  jenis ini dipergunakan di bidang manufaktur.




Skema bai’ al Istishna
PRODUSEN
PEMBUAT
NASABAH
KONSUMEN
      



                            pesan
BANK
PENJUAL
        jual                                                            beli




4. JASA
 a. Wakalah (perwakilan)
wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Pengertian yang sama dengan menggunakan kata al hifzhu disebut dalam firman Allah:
حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ
cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia sebaik-baik pemelihara”. (Q.S. Ali Imran:173)
Namun, [5]yang dimaksud sebagai al wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.hadist yang dijadikan landasan  keabsahan wakalah adalah
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلَا مِنَ الأَنْصَارِ فَزَوَّجَاهُ مَيْمُو نَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ
“ bahwasanya rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Al Harits.”
Wakalah bermakna penyerahan atau pemberian mandat (pelimpahan wewenang) oleh seseorang pada yang lain dalam hal yang diwakilkan. Para ulama sepakat kebolehan wakalah ini, bahkan cenderung mensunnahkan dengan alasan ta’awanuu al albirri wa al-taqwa. Dalam perbankan, nasabah mewakilkan pada pihak bank atas urusan keuangan yang dipunyai, dalam hal ini bank sebagai wakil.
b. Kafalah(penjaminan)
Al kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung. Dalam pengertian lain, [6]kafalah juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Landasan syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk jaminan kafalah dipertegas dalam hadist Rasulullah sebagai berikut:
أن النَّبِيِّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ..... فَقَالَ هَلْ تَرَكَ شَيْأً قَالُوا لاَ قَالَ فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوْا ثَلَاثَةُ دَنَانِيرَ قَالَ صَلُّوْا عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ صَلِّ عَلَيْهِ يَا رَسُولَ اللهِ وَعَلَيَّ دَيْنُهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ
Telah dihadapkan kepada Rosulullah SAW....(mayat seorang laki-laki untuk disholatkan). Rosulullah SAW bertanya “apakah dia mempunyai warisan?”para sahabat menjawab, “tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “apakah dia mempunyai hutang?”sahabat menjawab “ya,sejumlah tiga dinar.”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk mensholatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Lalu Abu Qatadah berkata: “saya menjamin hutangnya, ya Rosulullah.”maka Rasulullah pun mensholatkan mayat tersebut. (H.R. Bukhari no. 2127,kitab Al Hawalah)
Macam-macam jenis kafalah yaitu:
1.      Kafalah Bin Nafis
2.      Kafalah Bin Maal
3.      Kafalah Bit Taslim
4.      Kafalah Al Munjazah
5.      Kafalah Al Muallaqah
Iman syafi’i menyatakan semua pinjaman dijamin, barang siapa yang meminjam sesuatu, maka bila terjadi kelalaian atau kehilangan atau kerusakan maka peminjam wajib menggantinya. Orang yang berpiutang berhak menagih kepada orang yang menjamin. Jika hutang telah dibayar oleh penjamin, maka ia berhak meminta pada yang berhutang dengan syarat mendapat izin dari orang yang berhutang.dalam perbankan, nasabah ditanggung oleh pihak bank sebagai penjamin, asuransi, misalnya.
c. Hawalah (pengalihan hak dan tanggung jawab)
Al-Hawalah adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama hal ini merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal alaih (orang yang berkewajiban membayar hutang).
Secara sederhana ,hal ini dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil) pedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal alaih). Begitu B tidak mampu membayar hutang kepada A,ia akan mengalihkan beban hutangnya kepada C. Dengan demikian C yang harus membayar utang B kepada A. Sedangkan hutang C sebelumnya pada B dianggap selesai.
Adapun aplikasi  dalam perbankan adalah:
1.      Faktoring: para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak ketiga itu.
2.      Post-dated chek: bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan piutang tersebut.
3.      Bill discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya, dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sementara pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.
Akad hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan, diantaranya:
1.      Memungkinkan penyelesaian hutang dan piutang dengan cepat dan simultan.
2.      Tersedianya talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan.
3.      Dapat menjadi salah satu fee-based incomen/ sumber pandapatan nonpembiayaan bagi bank syariah.
Adapun resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah adanya kecurangan nasabah dengan memberi invoice palsu atau ingkar janji untuk memenuhi kewajiban hawalah ke bank.
d. Rahn
[7]Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana, bahwa rahn adalah semacam jaminan atau gadai.
عَنْ عَاأِشَةَ رَضِي الله عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُو دِيِّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ
“Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.”
(H.R. Bukhari – no 1926,kitab al Buyu -, dan muslim)
Ar-rahn memiliki 4 unsur, yaitu rahin (orang yang memberikan jaminan), al-murtahin (orang yang menerima), al-marhun (jaminan), al-marhunni (utang).  Menurut ulama hanafiyah rukun rahn adalah ijab dan  qobul dari rahin dan al-murtahin, sebagaimana dalam akad yang lainnya. Akan tetapi, akad dalm rahn tidak akan sempurna sebelum adanya penyerahan barang.
Dibeberapa negara islam termasuk diantaranya adlah malaysia, akad rahn talah dipakai sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa, dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan. Perbedaan utama antara biaya rahn dan bunga pegadaian adalah dari sifat bunga pegadaian yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan dimuka.
e. Qardh
Al Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam literatua fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam akad saling bantu menbantu dan bukan tansaksi komersial.
Transaksi qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadist riwayat Ibnu Majah. Sungguhpun demikian, Allah SWT mengajarkan kepada kita, agar meminjamkan sesuatu bagi “agama Allah”.

عَنِ ابَنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمِ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلَا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa: Nabi berkata: “Bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) shadaqah” (H.R. Ibnu Majah – no. 2421, kitab Al Ahkam -;Ibnu Hibban, dan Baihaqi).

عَنْ أَنِسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّتةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيْلُ مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ قَالَ لأَنَّ السَّاأِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَالْمُسْتَقْرِضُ لا يَسْتَقْرِضُ إِلا مِنْ حَاجَةٍ
Dari Anas bin Malik berkata, berkat Rasulullah SAW: “Aku melihat pada waktu malam di-isra-kan, pada pintu surga tertulis: shadaqah dibalas 10 kali lipat dan qardh 18 kali. Aku bertanya: ‘wahai Jibril mengapa qardh lebih utama dari shadaqah?’ Ia menjawab: ‘karena peminta-minta sesuatubddan ia punya, sedangkan yang meminjam tadak akan meminjam kecuali karena keperluan.’” (H.R. Ibnu Majah – no. 2422, kitab Al Ahkam -, dan Baihaqi).
Manfaat akad al Qardh banyak sekali, diantaranya:
1.      Memungkin orang (nasabah) yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan jangka pendek.
2.      Al qardh al hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda bank syariah dengan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, di samping misi komersial.
3.      Adanya misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
Resiko dalam al qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan yang tidak ditutup dengan jaminan.



DAFTAR PUSTAKA



Diana, Ilfi Nur, MSI. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang : UIN Malang Press.
Antonio, M. Syafi’i. 2000. Bank Syariah. Bandung : TAZKIA INSTITUTE
Prof. Dr.Syafe’i,Rachmat.2004. FiqhMuamalah. Pustaka Setia: Bandung.
Djuwaini, Dimyauddin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah. Yokyakarta : Pustaka Pelajar.
Suhendi, Hendi. 2002. Fikih Muamalah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Anshori, Abdul Ghofur. tt. Gadai Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo




[1] M. Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Suatu Pengenalan Umum(Bandung:TAZKIA INSTITUTE,2000)Hal.121
[2] Ilfi Nur Diana,UIN,Hadis-Hadis Ekonomi(Malang:MALANGPRESS 2008)
[3] Sulaiman Rasjid,Fiqh Islam(Bandung:Sinar Baru Algensindo,2008)
[4] Dimyauddin Djuwani,Fiqh Muamalah(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008)
[5] Hendi Suhendi, Fikih Muamalah( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,2002)
[6] Dr. H. Rachmat Syafe’i,Fiqh Muamalah(Bandung:Pustaka Setia,2004)
[7] Aldul Ghafur Anshori,Gadai Syariah Di Indonesia(Yogyakarta:Gajah Mada University)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar