I.
DEFINISI
AKAD-AKAD
TRANSAKSI
1.
PENGHIMPUNAN DANA (WADI’AH)
[1]Wai’ah
dapat diartikan sebagai titipan murni atau simpanan dari satu pihak kepihak
lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan
saja si penitip menghendaki.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةُ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَدَّ الْأَمَانَةَ إِلَلى مَنِ الْتَمَنَكَ
وَلاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
Dari
Abu Hurairah siriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Sampaikanlah
(tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianat
kepada orang yang telah mengkhianatimu.”
Menerima simpanan pada dasarnya adalah Yadul
Amanah (tangan amanah), jiak hilang atau rusak maka penerima simpanan tidak
wajib mengganti, kecuali akibat kelalaiannya. Karena ia harus meminta ijin dari
pembeli titipan untuk kemudian mempergunakannya dengan catatan ia menjamin akan
mengembalikan aset dalam keadaan utuh. Dengan demikian , yang terjadi bukan
lagi yadul amanah, tetapi yad al-dhamanah (tangan penanggung) yang harus
bertanggung jawab atas segala kerusakan
dan kehilangan.
Konsep
yadul amanah dalam perbankan, nasabah menitip barang atau uang pada bank dan pihak bank mengenakan biaya penitipan.
Pihak bank tidak boleh menggunakannya. Adapun konsep yad al-dhamanah, nasabah
menitipkan uang kepada bank sedangkan bank memanfaatkan dana tersebut dengan
bagi hasil sehingga mereka dapat bonus atau insentif.
2.
BAGI HASIL (PROFIT SHARING)
a.
Mudharabah
Mudharabah
adalah satu solusi islam untuk mencegah riba. Mudharabah berasal dari kata
dharb,artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih
tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usahanya.
Mudharabah adalah kerja sama usaha antara kedua belah pihak dimana pihak
pertama disebut shohibul maal menyediakan seluruh modal kepada pihak kedua
sebagai pengelolayang disebut mudharib dan keuntungan dibagi berdasarkan
kesepakatan antara keduanya, sebagaimana hadist berikut:
قَالَ
رَسُولُاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثٌ فِيْهِنَّ اْلبَرَكَةُ
اْلبَيْعُ إِلَى أَجَلٍ وَاْلمُقَارَضَةُ وَأَخْلَاطُ اْلبُرِّ بِالشَّعِيْرِ
لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ
Rasulullah
SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual
beli secara tangguh,muqharadah(bagi hasil) dan mencampurkan gandum dengan untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual”
Qirad
dalam hadist tersebut adalah salah satu pihak mempunyai harta,pihak lain
mempunyai kemampuan usaha. Qirad adalah istilah lain dari Mudharabah. Secara
umum kerjasama ini dibagi menjadi dua jenis: Mudhrabah mutlakah adalah bentuk
kerja sama antara shohibul maal dan mudharib yang cakupannya luas tidak
dibatasi spesifikasi jenis Mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari
mudharabah mutlakah yang mana si mudharib dibatasi dengan spesifikasi jenis
usaha.
Dengan
demikian apabila terjadi kerugian yang disebabkan kecerobohan salah satu pihak,
maka ia harus menanggung kerugiannya sendiri, tetapi kalau kerugian itu karena
kecelakaan atau unsur ketidak-sengajaan maka kerugian ditanggung bersama.
b.
Musyarakah
Musyarakah
adalah akad kerja sama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu dimana masing-masing memberikan kontribusi dana atau amal untuk
kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam perbankan, statusnya Al
musyarakah biasanya diaplikasikan dalam proyek dimana nasabah dan bank
sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah selesai,
nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang disepakati oleh
bank. [2]Hadis
yang menjadi landasan musyarakah adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَفَعَهُ قَالَ إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ أَ نَا ثَالِثُ الشِّرِ يكَيْنِ مَا لَمْ
يَخُنْ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ
Dari
abu hurairah rasulullah SAW berkata: “sesungguhnya Allah SWT berfirman: ‘ Aku
pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satunya tidak
menghianati yang lainnya.”
Hadist
tersebut menunjukkan kecintaan Allah
kepada hamba-hambanya yang melakukan pengkongsian selamasaling menjunjung
tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi penghianatan.
c.
Muzara’ah
Musara’ah adalah kerja
sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap dimana pemilik
lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan
dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam konteks ini,
lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak
dalam bidang pertanian atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.
Skema
Muzara’ah
Pemilik
Lahan Penggarap
|
·
Keahlian
·
Tenaga
·
waktu
|
|
·
Lahan
·
Pupuk
·
Benih
·
Dsb.
|
Lahan
Pertanian
Hasil panen
d. Musaqah
Musaqah
adalah bentuk sederhana dari muzara’ah dimana si penggarap hanya bertanggung
jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak
atas nisbah tertentu dari hasil panen.
3.
JUAL BELI
a.
Murabahah(jual beli dengan
pembayaran tangguh)
Murabahah
adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Penjual harus memberi tahu harga asal dengan tambahan keuntungan
yang nilainya disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam perbankan konvensional
ada produk kredit denagn sistem bunga. Dalam perbankan syari’ah menggunakan
prinsip jual beli yang disebut murabahah.
[3]Dan
landasan hukumnya seperti firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ الله البَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَ
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
(Q.S: AL BAQARAH: 275)
Adapun
syarat murabahah adalah:
1. Penjual
memberitahu biaya modal kepada pembelinya.
2. Kontark
pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak
harus bebas dari riba.
4. Penjual
harus menjelaskan kepada pembeli bila ada cacat atas barang sesudah pembelian.
5. Penjual
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian.
b.
Salam (jual beli dengan pembayaran
dimuka)
Dalam
pengertian sederhana salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian
hari sementara pembayaran dilakukan dimuka. Hadist yang menjadi landasan
transaksi bai’ as salam:
مَنْ اَسْلَفَ فِى شَئْ
فَفِيْ كَيْلٍ مَعْلُوْمٍ وَوَزْنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ (اخرجه
الاأمة الستة)
“ barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaknya mereka
melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka
waktu yang diketahui. “
[4]Rukun
salam adalah:
1. Pembeli
atau muslam
2. Penjual
atau muslam ilaih
3. Modal
atau uang
4. Barang
atau muslam fihi
5. sighat
Adapun
syarat as-salam adalah:
1. Modal
harus diketahui artinya barang yang akan disuplay harus diketahui jenis,harga,kualitas
dan jumlahnya. Hukum awal mengenai pembayaran adalah harus dalam bentuk uang
tuani.
2. Penerimaan
pembayaran salam: mayoritas ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan
ditempat kontrak.
3. Barang
harus spesifik dan dapat diakui sebagai hutang
Dalam
perbankan bai’as-salam biasanya dipergunakan dalam pembiayaan bagi petani
dengan jangka waktu yang relatif pendek yaitu 2-6 bulan karena yang dibeli
oleh bank adalah barang seperti padi,
jagung, cabai, dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang tersebut
sebagai simpanan atau inventori. Dilakukanlah akad bai’as-salam kepada pembali
kedua,misalnya kepada bolog, pedagang, pasar induk, atau grosir.
c.
Istishna (jual beli berdasarkan
pesanan)
Transaksi bai’ al
istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam
kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu
berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang menurut
spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua
belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran menurut jumhur
fuqaha.al istishna merupakan suatu jenis khusus dari akad as salam.
Biasanya jenis ini dipergunakan di
bidang manufaktur.
Skema
bai’ al Istishna
|
PRODUSEN
PEMBUAT
|
|
NASABAH
KONSUMEN
|
|
BANK
PENJUAL
|
4. JASA
a. Wakalah (perwakilan)
wakalah
berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Pengertian yang sama
dengan menggunakan kata al hifzhu disebut dalam firman Allah:
حَسْبُنَا اللهُ
وَنِعْمَ اْلوَكِيْلُ
“cukuplah Allah sebagai penolong kami dan
Dia sebaik-baik pemelihara”. (Q.S. Ali
Imran:173)
Namun,
[5]yang
dimaksud sebagai al wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seorang kepada
yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan.hadist yang dijadikan landasan keabsahan wakalah adalah
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعَثَ أَبَا رَافِعٍ وَرَجُلَا مِنَ الأَنْصَارِ
فَزَوَّجَاهُ مَيْمُو نَةَ بِنْتَ الْحَارِثِ
“ bahwasanya rasulullah SAW mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan
seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Al Harits.”
Wakalah
bermakna penyerahan atau pemberian mandat (pelimpahan wewenang) oleh seseorang
pada yang lain dalam hal yang diwakilkan. Para ulama sepakat kebolehan wakalah
ini, bahkan cenderung mensunnahkan dengan alasan ta’awanuu al albirri wa
al-taqwa. Dalam perbankan, nasabah mewakilkan pada pihak bank atas urusan
keuangan yang dipunyai, dalam hal ini bank sebagai wakil.
b. Kafalah(penjaminan)
Al
kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, [6]kafalah
juga berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang
pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.
Landasan
syariah dari pemberian fasilitas dalam bentuk jaminan kafalah dipertegas dalam
hadist Rasulullah sebagai berikut:
أن النَّبِيِّ صَلَّى
الله عَلَيْهِ وَسَلَّمْ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ..... فَقَالَ هَلْ تَرَكَ شَيْأً قَالُوا
لاَ قَالَ فَهَلْ عَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوْا ثَلَاثَةُ دَنَانِيرَ قَالَ صَلُّوْا
عَلَى صَاحِبِكُمْ قَالَ أَبُو قَتَادَةَ صَلِّ عَلَيْهِ يَا رَسُولَ اللهِ
وَعَلَيَّ دَيْنُهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ
Telah
dihadapkan kepada Rosulullah SAW....(mayat seorang laki-laki untuk disholatkan).
Rosulullah SAW bertanya “apakah dia mempunyai warisan?”para sahabat menjawab,
“tidak.” Rasulullah bertanya lagi, “apakah dia mempunyai hutang?”sahabat
menjawab “ya,sejumlah tiga dinar.”Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk
mensholatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Lalu Abu Qatadah berkata: “saya
menjamin hutangnya, ya Rosulullah.”maka Rasulullah pun mensholatkan mayat
tersebut. (H.R. Bukhari no. 2127,kitab Al Hawalah)
Macam-macam
jenis kafalah yaitu:
1. Kafalah
Bin Nafis
2. Kafalah
Bin Maal
3. Kafalah
Bit Taslim
4. Kafalah
Al Munjazah
5. Kafalah
Al Muallaqah
Iman
syafi’i menyatakan semua pinjaman dijamin, barang siapa yang meminjam sesuatu,
maka bila terjadi kelalaian atau kehilangan atau kerusakan maka peminjam wajib
menggantinya. Orang yang berpiutang berhak menagih kepada orang yang menjamin.
Jika hutang telah dibayar oleh penjamin, maka ia berhak meminta pada yang
berhutang dengan syarat mendapat izin dari orang yang berhutang.dalam perbankan,
nasabah ditanggung oleh pihak bank sebagai penjamin, asuransi, misalnya.
c. Hawalah
(pengalihan hak dan tanggung jawab)
Al-Hawalah
adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Dalam istilah para ulama hal ini merupakan pemindahan beban
hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal alaih (orang
yang berkewajiban membayar hutang).
Secara
sederhana ,hal ini dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B
(muhil) pedangkan B masih mempunyai piutang pada C (muhal alaih). Begitu B
tidak mampu membayar hutang kepada A,ia akan mengalihkan beban hutangnya kepada
C. Dengan demikian C yang harus membayar utang B kepada A. Sedangkan hutang C
sebelumnya pada B dianggap selesai.
Adapun
aplikasi dalam perbankan adalah:
1. Faktoring:
para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu
kepada bank, bank lalu membayar piutang tersebut dan bank menagihnya dari pihak
ketiga itu.
2. Post-dated
chek: bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarkan piutang tersebut.
3. Bill
discounting. Secara prinsip, bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya,
dalam bill discounting, nasabah harus membayar fee, sementara pembahasan fee
tidak didapati dalam kontrak hawalah.
Akad
hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan, diantaranya:
1. Memungkinkan
penyelesaian hutang dan piutang dengan cepat dan simultan.
2. Tersedianya
talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan.
3. Dapat
menjadi salah satu fee-based incomen/ sumber pandapatan nonpembiayaan bagi bank
syariah.
Adapun
resiko yang harus diwaspadai dari kontrak hawalah adalah adanya kecurangan
nasabah dengan memberi invoice palsu atau ingkar janji untuk memenuhi kewajiban
hawalah ke bank.
d. Rahn
[7]Ar-rahn
adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman
yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan
demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagai piutangnya. Secara sederhana, bahwa rahn adalah semacam
jaminan atau gadai.
عَنْ عَاأِشَةَ رَضِي الله
عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ
يَهُو دِيِّ إِلَى أَجَلٍ وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيْدٍ
“Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah membeli makanan dari seorang
yahudi dan menjaminkan kepadanya baju besi.”
(H.R.
Bukhari – no 1926,kitab al Buyu -, dan muslim)
Ar-rahn
memiliki 4 unsur, yaitu rahin (orang yang memberikan jaminan), al-murtahin
(orang yang menerima), al-marhun (jaminan), al-marhunni (utang). Menurut ulama hanafiyah rukun rahn adalah
ijab dan qobul dari rahin dan
al-murtahin, sebagaimana dalam akad yang lainnya. Akan tetapi, akad dalm rahn
tidak akan sempurna sebelum adanya penyerahan barang.
Dibeberapa
negara islam termasuk diantaranya adlah malaysia, akad rahn talah dipakai
sebagai alternatif dari pegadaian konvensional. Bedanya dengan pegadaian biasa,
dalam rahn nasabah tidak dikenakan bunga, yang dipungut dari nasabah adalah
biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan. Perbedaan utama antara biaya rahn dan
bunga pegadaian adalah dari sifat bunga pegadaian yang bisa berakumulasi dan
berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan dimuka.
e. Qardh
Al
Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Dalam
literatua fiqh klasik, qardh dikategorikan dalam akad saling bantu menbantu dan
bukan tansaksi komersial.
Transaksi
qardh diperbolehkan oleh para ulama berdasarkan hadist riwayat Ibnu Majah.
Sungguhpun demikian, Allah SWT mengajarkan kepada kita, agar meminjamkan
sesuatu bagi “agama Allah”.
عَنِ ابَنِ مَسْعُوْدٍ
أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمِ يُقْرِضُ
مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلَا كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Ibnu
Mas’ud meriwayatkan bahwa: Nabi berkata: “Bukan seorang muslim (mereka) yang
meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai)
shadaqah” (H.R. Ibnu Majah – no. 2421, kitab Al Ahkam -;Ibnu Hibban, dan
Baihaqi).
عَنْ أَنِسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ لَيْلَةَ
أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّتةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ
أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيْلُ مَا بَالُ
الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ قَالَ لأَنَّ السَّاأِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ
وَالْمُسْتَقْرِضُ لا يَسْتَقْرِضُ إِلا مِنْ حَاجَةٍ
Dari
Anas bin Malik berkata, berkat Rasulullah SAW: “Aku melihat pada waktu malam
di-isra-kan, pada pintu surga tertulis: shadaqah dibalas 10 kali lipat dan
qardh 18 kali. Aku bertanya: ‘wahai Jibril mengapa qardh lebih utama dari
shadaqah?’ Ia menjawab: ‘karena peminta-minta sesuatubddan ia punya, sedangkan
yang meminjam tadak akan meminjam kecuali karena keperluan.’” (H.R. Ibnu Majah
– no. 2422, kitab Al Ahkam -, dan Baihaqi).
Manfaat
akad al Qardh banyak sekali, diantaranya:
1. Memungkin
orang (nasabah) yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapat talangan
jangka pendek.
2. Al
qardh al hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda bank syariah dengan bank
konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, di samping misi komersial.
3. Adanya
misi sosial kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas
masyarakat terhadap bank syariah.
Resiko
dalam al qardh terhitung tinggi karena ia dianggap pembiayaan yang tidak
ditutup dengan jaminan.
DAFTAR PUSTAKA
Diana,
Ilfi Nur, MSI. 2008. Hadis-hadis Ekonomi. Malang : UIN Malang Press.
Antonio,
M. Syafi’i. 2000. Bank Syariah. Bandung : TAZKIA INSTITUTE
Prof.
Dr.Syafe’i,Rachmat.2004. FiqhMuamalah. Pustaka Setia: Bandung.
Djuwaini, Dimyauddin. 2008. Pengantar Fiqh Muamalah.
Yokyakarta : Pustaka Pelajar.
Suhendi, Hendi. 2002. Fikih Muamalah. Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada.
Anshori, Abdul
Ghofur. tt. Gadai Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada
University.
Rasjid, Sulaiman. 2008. Fiqh Islam. Bandung :
Sinar Baru Algensindo
[1] M.
Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Suatu Pengenalan Umum(Bandung:TAZKIA
INSTITUTE,2000)Hal.121
[2] Ilfi Nur
Diana,UIN,Hadis-Hadis Ekonomi(Malang:MALANGPRESS 2008)
[3] Sulaiman
Rasjid,Fiqh Islam(Bandung:Sinar Baru Algensindo,2008)
[4]
Dimyauddin Djuwani,Fiqh Muamalah(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008)
[6] Dr. H.
Rachmat Syafe’i,Fiqh Muamalah(Bandung:Pustaka Setia,2004)
[7] Aldul
Ghafur Anshori,Gadai Syariah Di Indonesia(Yogyakarta:Gajah Mada University)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar