Sabtu, 13 September 2014

PROPOSAL ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA TBK

A.    Latar Belakang

Perbedaan yang pokok antara bank konvensional dengan bank yang menerapkan sistem syariah adalah dalam hal pemungutan bunga atau riba yang merupakan sumber keuntungan terbesar bagi bank konvensional. Dalam sudut pandang agama Islam, aktivitas keuangan dan perbankan adalah suatu sarana bagi masyarakat dalam menerapkan ajaran Al-Quran yaitu prinsip At-Ta’awun (saling membantu dan bekerja sama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan) oleh sebab itulah pengambilan bunga (riba) diharamkan . Sebagai gantinya diterapkanlah sistem bagi hasil dalam pemberian pinjaman pada bank syariah. Indonesia adalah negara berkembang dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana untuk menyimpan kelebihan dana dengan jaminan keamanan, serta untuk mendapatkan pinjaman dana yang tentu saja semuanya dengan prinsip syariah. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketentuan tersebut dijadikan sebagai dasar pendirian bank syariah di Indonesia, sehingga lahirlah bank syariah pertama di Indonesia yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (PT. BMI). Pada tahun 1998, Undang-Undang No. 7 tahun 1992 disempurnakan menjadi Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan syariah. Pendirian perbankan syariah pada awalnya meragukan, banyak pihak beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga (interest free) merupakan sesuatu yang tidak mungkin dan tidak lazim, maka muncul pertanyaan tentang bagaimana perbankan syariah akan membiayai operasinya. Ketika Indonesia dilanda krisis moneter 1997, dan adanya kebijakan Bank Indonesia untuk menerapkan tigh money policy dengan menetapkan bunga simpanan hingga 70%, membuat dunia perbankan panik. Di sisi lain, Bank Indonesia berhasil menyedot uang masuk kembali sistem perbankan, sehingga bisa menekan spekulasi yang meningkat dari pembelian dolar. Di lain pihak, kebijakan Bank Indonesia tersebut menjadi beban berat bagi dunia perbankan khususnya perbankan konvensional. Hal ini karena pihak perbankan harus membayar bunga simpanan masyarakat yang sangat tinggi, sementara bank tidak bisa menarik bunga kredit yang besar dari masyarakat. Akhirnya satu persatu bank mulai mengalami collapse akibat negative spread. Namun dampak negative spread tersebut ternyata tidak mempengaruhi kinerja Bank Muamalat yang menjalankan zero interest atau tanpa bunga. Bank Muamalat terhindar dari kerugian akibat spekulasi di pasar uang, karena tidak adanya transaksi derivatif. Dengan kenyataan ini bukan berarti Muamalat tidak terkena dampak krisis ekonomi, Muamalat memang bisa bertahan dari krisis namun kinerjanya mengalami penurunan. Pada tahun 1998, Muamalat mengalami kerugian operasional hingga Rp105 miliar. Namun dengan kerja keran segenap krunya, Muamalat berhasil mengembalikan modal yang merosot. Akhir tahun 2002, total ekuitas Muamalat melebihi modal disetor menjadi sebesar Rp174,32 miliar. Sejak tahun 1998 hingga 2007, total asset Bank Muamalah meningkat mendekati 2.100% dan ekuitas tumbuh sebesar 2.000%. Perkembangan tersebut menambah jumlah aset Bank Muamalah menjadi Rp10,57 triliun di akhir tahun 2007, dengan modal pemegang saham mencapai Rp846,16 miliar dan laba bersih sebesar Rp145,33 miliar (Amin, 2009: 225). Fakta ini membuktikan bahwa perkembangan perbankan syariah di Indonesia memiliki peluang yang cukup besar.

B.     Perumusan Masalah
a)      Adakah pengaruh yang signifikan antara rasio keuangan capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to reposit Ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk?
b)      Adakah pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk?
C.    Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara rasio keuangan capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to reposit Ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
2.      Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
D.    Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:
1.      untuk memperoleh pengetahuan dan tambahan tentang masalah kinerja keuangan PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk jika dilihat dari rasio keuangan.
2.      sebagai banding antara teori perkuliahan dengan keadaan yang sebenarnya.
3.      Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti sebelumnya serta sebagai referensi semua pihak yang akan melakukan penelitian lebih lanjut yang sesuai dengan pokok bahasan penelitian ini.

TINJAUAN PUSTAKA

Kinerja Perbankan
Kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Efektifitas apabila manajemen memiliki kemampuan untuk memilih tujuan yang teapat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan efesiensi diartikan sebagai suatu rasio (perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu memperoleh keluaran yang optimal. Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing measurement“, yaitu kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi, 2008: 69).
Menurut Muslich (2003: 44) bahwa kinerja keuangan adalah prestasi keuangan yang tergambar dalam laporan keuangan perusahaan yaitu neraca rugi-laba dan kinerja keuangan menggambarkan usaha perusahaan (operation income). Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan asset yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan.
Kinerja keuangan dapat diukur dengan efisiensi, sedangkan efisiensi bisa diartikan rasio perbandingan antara masukan dan keluaran. Pengeluaran biaya tertentu diharapkan memperoleh hasil yang optimal atau dengan hasil tertentu diharapkan mengeluarkan biaya seminimal mungkin. Kinerja keuangan perusahaan diukur dari efisiensinya dipromosikan dengan beberapa tolak ukur yang tercermin di dalam keuangan. Kinerja perusahaan dapat dinilai melalui berbagai macam variabel atau indikator, antara lain melalui laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan ini dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang umum digunakan sebagai dasar di dalam penilaian kinerja perusahaan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang dapat dicapai oleh perusahaan di bidang keuangan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan perusahaan. Di sisi lain kinerja keuangan menggambarkan kekuatan struktur keuangan suatu perusahaan dan sejauh mana aset yang tersedia, perusahaan sanggup meraih keuntungan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan manajemen dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien.

Tujuan Penilaian Kinerja Keuangan
Munawir (2002: 31) menyatakan bahwa tujuan dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan adalah :
a)      Mengetahui tingkat likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b)      Mengetahui tingkat solvabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka pendek maupun jangka panjang.
c)      Mengetahui tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu.
d)     Mengetahui tingkat stabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada waktunya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan memberikan penilaian atas pengelolaan Asset perusahaan oleh manajemen dan manajemen perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi dan tindakan perbaikan atas kinerja keuangan perusahaan yang tidak sehat.
Laporan Keuangan Sebagai Alat Penilaian Kinerja Perusahaan
Setiap perusahaan baik bank mau pun non bank pada suatu waktu (periode tertentu) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan keuangan ini bertujuan memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik, manajemen, maupun pihak yang berkepentingan terhadap laporan tersebut. Laporan keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Melalui laporan keuangan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank sesungguhnya, termasuk kelemahan dan kekurangan yang dimiliki, laporan ini juga menunjukkan kinerja manajemen bank selama satu periode (Kasmir, 2003:254). Laporan keuangan di samping menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen bank yang bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan oleh perusahaan.
Jenis-jenis Rasio Keuangan
Kondisi keuangan suatu bank dapat dilihat melalui laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodic, agar laporan tersebut dapat dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu. Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan rasio-rasio keuangan sesuai standar yang berlaku. Menurut Sutrisno (2001: 246) rasio-rasio keuangan dapat dibedakan sebagai berikut:
a)      Rasio menurut sumber dari mana rasio dibuat ,dapat dikelompokkan menjadi :
1.      Rasio rasio neraca (balance sheet ratio) merupakan rasio yang menghubungkan elemen-elemen yang ada pada neraca seperti: current rasio, cash ratio, debt to equity ratio dan sebagainya.
2.      Rasio-rasio laporan rugi laba (income statement ratio) rasio yang menghubungkan elemen-elemen yang ada pada laporan rugi laba saja, seperti : profit margin, operating rasio dan lain-lain.
3.      Rasio-rasio antara laporan (inter statement ratio) rasio-rasio yang menghubungkan elemen-elemen yang ada dua laporan yaitu: neraca dan laba rugi, seperti: return on investment, return on equity, assets turn over dan lainlain.
b)      Rasio menurut tujuan penggunaan rasio yang bersangkutan, rasio-rasio ini dikelompokkan menjadi:
1.      Rasio likuditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menbayar hutang-hutang jangka pendeknya
2.      Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi.
3.      Rasio aktivitas merupakan rasio untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dana.
4.      Rasio rentabilitas merupakan rasio yang digunakan mengukur efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan.
5.      Rasio penilaian merupakan rasio yang dugunakan untuk mengukur kemampuan manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.
Menurut Kasmir (2011:281) ada beberapa rasio keuangan bank yang dianggap penting yaitu sebagai berikut:
a)      Rasio Likuiditas, terdiri dari: Quick Ratio, Banking Ratio, Cash Ratio, Loan to Deposit Ratio (LDR), Credit Risk Ratio, dan lain-lain.
b)      Rasio Solvabilitas, terdiri dari: Primary Ratio, Risk Assets Ratio, Secondary Ratio, Capital Ratio, Capital Adequacy Ratio.
c)      Rasio Rentabilitas, terdiri dari: Gross profit margin, Net Profit Margin, Rate Return on Loan, Operating Efficiency Ratio (OER) atau Rasio Biaya Operasional terhadap pendapatan Operasional (BOPO).
Return On Asset (ROA)
Tujuan dasar dari manajemen suatu unit usaha bisnis adalah untuk memaksimalkan nilai dari investasi yang ditanamkan oleh pemilik modal terhadap unit usaha bisnis tersebut dalam hal ini adalah perusahaan yang dibangun oleh pemilik modal. Pada saat perusahaan tersebut berkembang semakin besar dan lebih jauh lagi perusahaan tersebut sudah go public di pasar modal yang efisien, tujuan perusahaan tersebut berubah menjadi bagaimana perusahaan tersebut memaksimalkan earning per sharenya.
Return On Assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas dan mengelola tingkat efisiensi usaha bank secara keseluruhan. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin besar. Menurut Hempel, return diukur dengan menggunakan profitability analysis, sedangkan risk diukur dengan menggunakan variabilitas sales, cost, dan difersifikasi portofolio. Pengukuran return dan risk tersebut dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan yang sejenis. Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa return yang tinggi dapat dicapai dengan menanggung resiko yang tinggi pula. Sehingga dalam rangka memaksimalkan nilai investasi dari pemilik, keseimbangan trade off antara return dan risk perlu selalu dijaga. Dengan manajemen yang efektif dan efisien, kita bisa mengetahui risiko-risiko yang dihadapi saat kita menginginkan tingkat return tertentu. Dalam perbankan, besar kecilnya return dan risk yang melekat dalam perusahaan tersebut, tercermin dalam laporan keuangannya. Dengan membaca laporan keuangan suatu perusahaan kita dapat mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan tersebut (dalam hal ini perusahaan perbankan), sehingga keputusan-keputusan manajemen yang diambil tidak akan membawa perusahaan kepada kebangkrutan.
Analisis profitabilitas dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yang dalam hal ini pasti berorientasi pada profit motif atau keuntungan yang diraih oleh perusahaan tersebut. Return on asset bank juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara organisasi dan kinerja keuangan bank-bank retail, sehingga strategi organisasi dalam rangka menghadapi persaingan yang semakin ketat dapat diformulasikan.
Menurut Bank Indonesia return on asset (ROA) merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata total asset dalam satu periode. Dalam penelitian ini return on asset (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan adalah karena return on asset digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Return on Asset merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.
Capital Adequacy Rasio (CAR)
CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung resiko, misalnya kredit yang diberikan. Peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai buffer untuk menyerap kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini Bank wajib memenuhi ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk peningkatan modal. Permodalan (capital adequacy) menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Rasio capital adequacy ratio (CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga.
Capital aequacy ratio (CAR) menurut Achmad dan Kusuno (2003) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio tersebut akan semakin baik posisi modal. Sejalan dengan standar yang ditetapkan Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR.
Secara teknis, analisis tentang permodalan disebut juga sebagai analisis solvabilitas, atau juga disebut capital adequacy analysis, yang mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang dilakukan secara efisien, apakah permodalan bank tersebut akan mampu untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, dan apakah kekayaan bank (kekayaan pemegang saham) akan semakin besar atau semakin kecil (Muljono, 2000:88). Lebih lanjut lagi menurut Muljono (2000:89), untuk mengukur kemampuan permodalan tersebut digunakan : primary ratio, capital ratio dan capital adequacy ratio (CAR).

Operating Efficiency Ratio (OER) atau BOPO
Operating efficiency ratio atau rasio biaya operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (Kuncoro dan Suhardjono, 2002:557).
Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE. Intern BI, 2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya.
Non Performing Loan (NPL)
Seperti halnya perusahaan pada umumnya, bisnis perbankan juga dihadapkan pada berbagai risiko, salah satu risiko tersebut adalah risiko kredit. Pada penelitian ini rasio keuangan yang digunakan sebagai proksi terhadap nilai suatu risiko kredit adalah rasio non performing loan (NPL). Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah kurang dari 5%, dengan rasio dibawah 5% maka penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) yang harus disediakan bank guna menutup kerugian yang ditimbulkan oleh aktiva produktif non lancar (dalam hal ini kredit bermasalah) menjadi kecil. Non performing loan (NPL) merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank, semakin kecil NPL, maka semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajiban.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to deposit ratio (LDR) menunjukkan perbandingan antara volume kredit dibandingkan volume deposit yang dimiliki oleh bank. Loan to deposit ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana. Loan to deposit ratio (LDR) juga merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat. Ketentuan loan to deposit ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah maksimum 110%.
Ketersediaan dana dan sumber dana bank pada saat ini dan di masa yang akan datang, merupakan pemahaman konsep likuiditas dalam indikator ini. Likuiditas dinilai dengan mengingat bahwa aktiva bank kebanyakan bersifat tidak liquid dengan sumber dana dengan jangka waktu lebih pendek. Indikator likuiditas antara lain dari besarnya cadangan sekunder (secondary reserve) untuk kebutuhan likuiditas harian, rasio konsentrasi ketergantungan dari dana besar yang relatif kurang stabil, dan penyebaran sumber dana pihak ketiga yang sehat, baik dari segi biaya maupun dari sisi kestabilan.
Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin kegiatan dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat melikuidasi assetnya secara cepat dengan kerugian yang minimal (Surat Edaran Intern BI, 2004).
Peraturan Bank Indonesia menyatakan bahwa kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan dengan LDR yaitu perbandingan antara kredit dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Rasio ini digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Loan to deposit ratio menunjukkan perbandingan antara volume kredit dibandingkan volume deposit yang dimiliki oleh bank. Hal ini berarti menunjukkan tingkat likuiditas semakin kecil dan sebaliknya karena sumber dananya (deposit) yang dimiliki telah habis digunakan untuk membiayai financing portofolio kreditnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
Standar yang digunakan Bank Indonesia untuk rasio LDR adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio LDR suatu bank berada pada angka dibawah 80% (misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio LDR 60% berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemudian jika rasio LDR bank mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin tinggi LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit. Jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Dengan meningkatnya laba, maka return on asset (ROA) juga akan meningkat, karena laba merupakan komponen yang membentuk return on asset (ROA)

METODE PENELITIAN
Sumber dan Teknik Penelitian Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data laporan keuangan sebagai mana yang tercantum di laporan keuangan Triwulanan dalam Direktori Perbankan Indonesia dari Bank Indonesia selama lima tahun (periode 2007 - 2011). Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu menggunakan pendekatan dokumen dimana pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari sumbersumber dokumen perusahaan yang diperlukan dalam membahas masalah.
Metode Analisis
Analisis Kinerja Perbankan
Analisis kinerja perbankan dilakukan dengan menghitung rasio-rasio keuangan, yaitu CAR (capital adequacy ratio), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO (biaya operasional terhadap pendapatan operasional), NPL (non performing loan), dan LDR (loan to deposit ratio), yang kemudian masing-masing rasio tersebut diuji pengaruhnya terhadap rasio ROA (return on asset).
Analisis Regresi Berganda
Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda yang persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ b4X4 + e
dimana:
Y  = return on asset (ROA)
a   = konstanta
X1 = capital adequacy ratio (CAR)
X2 = operating efficiency ratio (OER) Atau rasio biaya Operasi terhadap pendapatan operasi (BOPO)
X3 = non performing loan (NPL)
X4 = loan to deposit ratio (LDR)
b1...bn = koefisien regresi
e    = error term
Nilai koefisien regresi disini sangat menentukan sebagai dasar analisis, mengingat penelitian ini bersifat fundamental method. Hal ini berarti jika koefisien b bernilai positif (+) maka dapat dikatakan terjadi pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen, setiap kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen. Demikian pula sebaliknya, bila koefisien nilai b bernilai negatif (-), hal ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dimana kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen.
Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit nya. Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai statistik t, nilai statistik F, dan nilai koefisien determinansi (R2). Perhitungan statistik disebut signifikan secara statistik, apabila uji nilai statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak signifikan bila uji nilai statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima.

(1)   Uji F
Uji F digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh CAR (capital adequacy ratio), operating efficiency ratio atau BOPO, NPL (non performing loan), dan LDR (loan to deposit ratio) terhadap return on asset (ROA) secara bersama-sama.
Keterangan:
Ho            = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Ha            = Ada pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)      Merumuskan Hipotesis.
b)      Menentukan tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.05 (α=0,05).
c)      Membandingkan Fhitung dengan Ftabel
Kriteria Pengujian:
Ø  Bila Fhitung < F tabel, maka Ho diterima, artinya tidak ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR terhadap ROA.
Ø  Bila Fhitung ≥ F tabel, Ho ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR terhadap ROA.
(2) Uji t
Uji t digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh rasio keuangan perbankan syariah terhadap kinerja perbankan di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu uji t ini digunakan untuk menguji hipotesis.
Keterangan:
Ho       =Tidak ada pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Ha       = Ada pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap Kinerja Keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Kriteria Pengujian:
Ø  Bila t hitung < t tabel atau, maka Ho diterima , artinya tidak ada berpengaruh antara CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR secara parsial terhadap ROA.

Ø  Bila t hitung ≥ t tabel, Ho ditolak , artinya ada berpengaruh antara CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR secara parsial terhadap ROA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar