A.
Latar Belakang
Perbedaan yang pokok antara bank
konvensional dengan bank yang menerapkan sistem syariah adalah dalam hal
pemungutan bunga atau riba yang merupakan sumber keuntungan terbesar
bagi bank konvensional. Dalam sudut pandang agama Islam, aktivitas keuangan dan
perbankan adalah suatu sarana bagi masyarakat dalam menerapkan ajaran Al-Quran
yaitu prinsip At-Ta’awun (saling membantu dan bekerja sama diantara
anggota masyarakat untuk kebaikan) oleh sebab itulah pengambilan bunga (riba)
diharamkan . Sebagai gantinya diterapkanlah sistem bagi hasil dalam pemberian
pinjaman pada bank syariah. Indonesia adalah negara berkembang dengan penduduk
beragama Islam terbesar di dunia, oleh karena itu dibutuhkan suatu sarana untuk
menyimpan kelebihan dana dengan jaminan keamanan, serta untuk mendapatkan
pinjaman dana yang tentu saja semuanya dengan prinsip syariah. Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian
secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang
bank berdasarkan prinsip bagi hasil. Ketentuan tersebut dijadikan sebagai dasar
pendirian bank syariah di Indonesia, sehingga lahirlah bank syariah pertama di
Indonesia yaitu PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk (PT. BMI). Pada tahun 1998,
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 disempurnakan menjadi Undang-Undang No.10 tahun
1998 tentang perbankan syariah. Pendirian perbankan syariah pada awalnya
meragukan, banyak pihak beranggapan bahwa sistem perbankan bebas bunga (interest
free) merupakan sesuatu yang tidak mungkin dan tidak lazim, maka muncul
pertanyaan tentang bagaimana perbankan syariah akan membiayai operasinya.
Ketika Indonesia dilanda krisis moneter 1997, dan adanya kebijakan Bank
Indonesia untuk menerapkan tigh money policy dengan menetapkan bunga
simpanan hingga 70%, membuat dunia perbankan panik. Di sisi lain, Bank
Indonesia berhasil menyedot uang masuk kembali sistem perbankan, sehingga bisa
menekan spekulasi yang meningkat dari pembelian dolar. Di lain pihak, kebijakan
Bank Indonesia tersebut menjadi beban berat bagi dunia perbankan khususnya
perbankan konvensional. Hal ini karena pihak perbankan harus membayar bunga
simpanan masyarakat yang sangat tinggi, sementara bank tidak bisa menarik bunga
kredit yang besar dari masyarakat. Akhirnya satu persatu bank mulai mengalami collapse
akibat negative spread. Namun dampak negative spread tersebut
ternyata tidak mempengaruhi kinerja Bank Muamalat yang menjalankan zero
interest atau tanpa bunga. Bank Muamalat terhindar dari kerugian akibat
spekulasi di pasar uang, karena tidak adanya transaksi derivatif. Dengan
kenyataan ini bukan berarti Muamalat tidak terkena dampak krisis ekonomi,
Muamalat memang bisa bertahan dari krisis namun kinerjanya mengalami penurunan.
Pada tahun 1998, Muamalat mengalami kerugian operasional hingga Rp105 miliar.
Namun dengan kerja keran segenap krunya, Muamalat berhasil mengembalikan modal
yang merosot. Akhir tahun 2002, total ekuitas Muamalat melebihi modal disetor
menjadi sebesar Rp174,32 miliar. Sejak tahun 1998 hingga 2007, total asset Bank
Muamalah meningkat mendekati 2.100% dan ekuitas tumbuh sebesar 2.000%.
Perkembangan tersebut menambah jumlah aset Bank Muamalah menjadi Rp10,57
triliun di akhir tahun 2007, dengan modal pemegang saham mencapai Rp846,16
miliar dan laba bersih sebesar Rp145,33 miliar (Amin, 2009: 225). Fakta ini
membuktikan bahwa perkembangan perbankan syariah di Indonesia memiliki peluang
yang cukup besar.
B.
Perumusan
Masalah
a)
Adakah pengaruh
yang signifikan antara rasio keuangan capital adequacy ratio (CAR),
operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL),
dan loan to reposit Ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja
keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk?
b)
Adakah pengaruh
yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating
efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan
to deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap kinerja keuangan pada PT.
Bank Muamalat Indonesia Tbk?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang
dirumuskan di atas maka tujuan penelitian ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara rasio keuangan capital
adequacy ratio (CAR), operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non
performing loan (NPL), dan loan to reposit Ratio (LDR) secara
bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank Muamalat Indonesia
Tbk.
2.
Untuk
mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR),
operating efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL),
dan loan to deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap kinerja keuangan
pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
D.
Manfaat
penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain:
1.
untuk
memperoleh pengetahuan dan tambahan tentang masalah kinerja keuangan PT. Bank
Muamalat Indonesia Tbk jika dilihat dari rasio keuangan.
2.
sebagai banding
antara teori perkuliahan dengan keadaan yang sebenarnya.
3.
Sebagai bahan
pertimbangan bagi peneliti sebelumnya serta sebagai referensi semua pihak yang
akan melakukan penelitian lebih lanjut yang sesuai dengan pokok bahasan
penelitian ini.
TINJAUAN PUSTAKA
Kinerja Perbankan
Kinerja keuangan merupakan salah
satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam
rangka mencapai tujuannya. Efektifitas apabila manajemen memiliki kemampuan
untuk memilih tujuan yang teapat atau suatu alat yang tepat untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan efesiensi diartikan sebagai suatu rasio
(perbandingan) antara masukan dan keluaran yaitu dengan masukan tertentu
memperoleh keluaran yang optimal. Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai “performing
measurement“, yaitu kualifikasi dan efisiensi perusahaan atau segmen atau
keefektifan dalam pengoperasian bisnis selama periode akuntansi. Dengan
demikian pengertian kinerja adalah suatu usaha formal yang dilaksanakan
perusahaan untuk mengevaluasi efisien dan efektivitas dari aktivitas perusahaan
yang telah dilaksanakan pada periode waktu tertentu (Hanafi, 2008: 69).
Menurut Muslich (2003: 44) bahwa
kinerja keuangan adalah prestasi keuangan yang tergambar dalam laporan keuangan
perusahaan yaitu neraca rugi-laba dan kinerja keuangan menggambarkan usaha
perusahaan (operation income). Profitabilitas suatu perusahaan dapat
diukur dengan menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pokok
perusahaan dengan kekayaan asset yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan.
Kinerja keuangan dapat diukur dengan
efisiensi, sedangkan efisiensi bisa diartikan rasio perbandingan antara masukan
dan keluaran. Pengeluaran biaya tertentu diharapkan memperoleh hasil yang
optimal atau dengan hasil tertentu diharapkan mengeluarkan biaya seminimal
mungkin. Kinerja keuangan perusahaan diukur dari efisiensinya dipromosikan
dengan beberapa tolak ukur yang tercermin di dalam keuangan. Kinerja perusahaan
dapat dinilai melalui berbagai macam variabel atau indikator, antara lain
melalui laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan laporan
keuangan ini dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang umum digunakan sebagai
dasar di dalam penilaian kinerja perusahaan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa
kinerja keuangan adalah prestasi yang dapat dicapai oleh perusahaan di bidang
keuangan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan
perusahaan. Di sisi lain kinerja keuangan menggambarkan kekuatan struktur
keuangan suatu perusahaan dan sejauh mana aset yang tersedia, perusahaan
sanggup meraih keuntungan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan manajemen
dalam mengelola sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif dan
efisien.
Tujuan Penilaian Kinerja Keuangan
Munawir (2002: 31) menyatakan bahwa tujuan dari pengukuran kinerja
keuangan perusahaan adalah :
a)
Mengetahui
tingkat likuiditas
Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangan yang harus segera diselesaikan pada saat ditagih.
b)
Mengetahui
tingkat solvabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik keuangan jangka
pendek maupun jangka panjang.
c)
Mengetahui
tingkat rentabilitas
Rentabilitas atau yang sering disebut dengan profitabilitas
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode
tertentu.
d)
Mengetahui
tingkat stabilitas
Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan usahanya dengan
stabil, yang diukur dengan mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar
hutang-hutangnya serta membayar beban bunga atas hutang-hutangnya tepat pada
waktunya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja keuangan
memberikan penilaian atas pengelolaan Asset perusahaan oleh manajemen dan
manajemen perusahaan dituntut untuk melakukan evaluasi dan tindakan perbaikan
atas kinerja keuangan perusahaan yang tidak sehat.
Laporan Keuangan Sebagai Alat Penilaian Kinerja Perusahaan
Setiap perusahaan baik bank mau pun non bank pada suatu waktu
(periode tertentu) akan melaporkan semua kegiatan keuangannya. Laporan keuangan
ini bertujuan memberikan informasi keuangan perusahaan, baik kepada pemilik,
manajemen, maupun pihak yang berkepentingan terhadap laporan tersebut. Laporan
keuangan bank menunjukkan kondisi keuangan bank secara keseluruhan. Melalui
laporan keuangan ini akan terbaca bagaimana kondisi bank sesungguhnya, termasuk
kelemahan dan kekurangan yang dimiliki, laporan ini juga menunjukkan kinerja
manajemen bank selama satu periode (Kasmir, 2003:254). Laporan keuangan di samping
menggambarkan kondisi keuangan suatu bank juga untuk menilai kinerja manajemen
bank yang bersangkutan. Penilaian kinerja manajemen akan menjadi patokan apakah
manajemen berhasil atau tidak dalam menjalankan kebijakan yang telah digariskan
oleh perusahaan.
Jenis-jenis Rasio Keuangan
Kondisi keuangan suatu bank dapat dilihat melalui laporan keuangan
yang disajikan oleh suatu bank secara periodic, agar laporan tersebut dapat
dibaca sehingga menjadi berarti, maka perlu dilakukan analisis terlebih dahulu.
Analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan rasio-rasio keuangan sesuai
standar yang berlaku. Menurut Sutrisno (2001: 246) rasio-rasio keuangan dapat
dibedakan sebagai berikut:
a)
Rasio menurut
sumber dari mana rasio dibuat ,dapat dikelompokkan menjadi :
1.
Rasio rasio
neraca (balance sheet ratio) merupakan rasio yang menghubungkan
elemen-elemen yang ada pada neraca seperti: current rasio, cash
ratio, debt to equity ratio dan sebagainya.
2.
Rasio-rasio
laporan rugi laba (income statement ratio) rasio yang menghubungkan
elemen-elemen yang ada pada laporan rugi laba saja, seperti : profit margin,
operating rasio dan lain-lain.
3.
Rasio-rasio
antara laporan (inter statement ratio) rasio-rasio yang menghubungkan
elemen-elemen yang ada dua laporan yaitu: neraca dan laba rugi, seperti: return
on investment, return on equity, assets turn over dan lainlain.
b)
Rasio menurut
tujuan penggunaan rasio yang bersangkutan, rasio-rasio ini dikelompokkan
menjadi:
1.
Rasio likuditas
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menbayar
hutang-hutang jangka pendeknya
2.
Rasio
solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila
perusahaan dilikuidasi.
3.
Rasio aktivitas
merupakan rasio untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber
dana.
4.
Rasio
rentabilitas merupakan rasio yang digunakan mengukur efektivitas perusahaan
dalam mendapatkan keuntungan.
5.
Rasio penilaian
merupakan rasio yang dugunakan untuk mengukur kemampuan manajemen untuk
menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.
Menurut Kasmir (2011:281) ada beberapa rasio keuangan bank yang
dianggap penting yaitu sebagai berikut:
a)
Rasio
Likuiditas, terdiri dari: Quick Ratio, Banking Ratio, Cash Ratio, Loan to Deposit
Ratio (LDR), Credit Risk Ratio, dan lain-lain.
b)
Rasio
Solvabilitas, terdiri dari: Primary Ratio, Risk Assets Ratio, Secondary Ratio,
Capital Ratio, Capital Adequacy Ratio.
c)
Rasio Rentabilitas,
terdiri dari: Gross profit margin, Net Profit Margin, Rate Return
on Loan, Operating Efficiency Ratio (OER) atau Rasio Biaya Operasional
terhadap pendapatan Operasional (BOPO).
Return On Asset (ROA)
Tujuan dasar dari manajemen suatu
unit usaha bisnis adalah untuk memaksimalkan nilai dari investasi yang
ditanamkan oleh pemilik modal terhadap unit usaha bisnis tersebut dalam hal ini
adalah perusahaan yang dibangun oleh pemilik modal. Pada saat perusahaan tersebut
berkembang semakin besar dan lebih jauh lagi perusahaan tersebut sudah go public
di pasar modal yang efisien, tujuan perusahaan tersebut berubah menjadi
bagaimana perusahaan tersebut memaksimalkan earning per sharenya.
Return On
Assets (ROA) merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh profitabilitas dan
mengelola tingkat efisiensi usaha bank secara keseluruhan. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena return semakin
besar. Menurut Hempel, return diukur dengan menggunakan profitability
analysis, sedangkan risk diukur dengan menggunakan variabilitas
sales, cost, dan difersifikasi portofolio. Pengukuran return dan risk
tersebut dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan yang sejenis.
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa return yang tinggi dapat dicapai
dengan menanggung resiko yang tinggi pula. Sehingga dalam rangka memaksimalkan
nilai investasi dari pemilik, keseimbangan trade off antara return dan
risk perlu selalu dijaga. Dengan manajemen yang efektif dan efisien,
kita bisa mengetahui risiko-risiko yang dihadapi saat kita menginginkan tingkat
return tertentu. Dalam perbankan, besar kecilnya return dan risk
yang melekat dalam perusahaan tersebut, tercermin dalam laporan
keuangannya. Dengan membaca laporan keuangan suatu perusahaan kita dapat
mengetahui bagaimana kinerja keuangan perusahaan tersebut (dalam hal ini
perusahaan perbankan), sehingga keputusan-keputusan manajemen yang diambil tidak
akan membawa perusahaan kepada kebangkrutan.
Analisis profitabilitas dapat
digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan yang dalam hal ini pasti
berorientasi pada profit motif atau keuntungan yang diraih oleh perusahaan
tersebut. Return on asset bank juga digunakan untuk mengetahui hubungan antara
organisasi dan kinerja keuangan bank-bank retail, sehingga strategi organisasi dalam
rangka menghadapi persaingan yang semakin ketat dapat diformulasikan.
Menurut Bank Indonesia return on
asset (ROA) merupakan perbandingan antara laba sebelum pajak dengan
rata-rata total asset dalam satu periode. Dalam penelitian ini return on
asset (ROA) dipilih sebagai indikator pengukur kinerja keuangan perbankan
adalah karena return on asset digunakan untuk mengukur efektifitas
perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang
dimilikinya. Return on Asset merupakan rasio antara laba sebelum pajak
terhadap total asset. Semakin besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan
yang semakin baik, karena tingkat kembalian (return) semakin besar. Apabila Return
on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga
dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang
saham.
Capital Adequacy Rasio (CAR)
CAR adalah rasio kinerja bank untuk
mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang
mengandung resiko, misalnya kredit yang diberikan. Peranan modal sangat penting
karena selain digunakan untuk kepentingan ekspansi, juga digunakan sebagai buffer
untuk menyerap kerugian kegiatan usaha. Dalam hal ini Bank wajib memenuhi
ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) yang berlaku untuk
peningkatan modal. Permodalan (capital adequacy) menunjukkan kemampuan
bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan manajemen bank
dalam mengidentifikasi, mengawasi dan mengontrol resiko-resiko yang timbul yang
dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank. Rasio capital adequacy ratio
(CAR) digunakan untuk mengukur kemampuan permodalan yang ada untuk menutup kemungkinan
kerugian didalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat berharga.
Capital aequacy
ratio (CAR) menurut Achmad dan Kusuno
(2003) merupakan rasio permodalan yang menunjukkan kemampuan bank dalam
menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha serta menampung kemungkinan
risiko kerugian yang diakibatkan dalam operasional bank. Semakin besar rasio
tersebut akan semakin baik posisi modal. Sejalan dengan standar yang ditetapkan
Bank of International Settlements (BIS), seluruh bank yang ada di
Indonesia diwajibkan untuk menyediakan modal minimum sebesar 8% dari ATMR.
Secara teknis, analisis tentang
permodalan disebut juga sebagai analisis solvabilitas, atau juga disebut capital
adequacy analysis, yang mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah permodalan
bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang dilakukan
secara efisien, apakah permodalan bank tersebut akan mampu untuk menyerap
kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan, dan apakah kekayaan bank
(kekayaan pemegang saham) akan semakin besar atau semakin kecil (Muljono, 2000:88).
Lebih lanjut lagi menurut Muljono (2000:89), untuk mengukur kemampuan
permodalan tersebut digunakan : primary ratio, capital ratio dan capital
adequacy ratio (CAR).
Operating Efficiency Ratio (OER) atau BOPO
Operating
efficiency ratio atau rasio biaya
operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan
operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan
bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional (BOPO) sering disebut rasio efisiensi digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional
terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin
efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan. Keberhasilan
bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas bank dapat
diukur dengan menggunakan rasio biaya operasional terhadap pendapatan
operasional (Kuncoro dan Suhardjono, 2002:557).
Menurut Bank Indonesia, efisiensi
operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan
operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur
kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang
semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya
operasional dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan
kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE. Intern BI,
2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah
90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank
tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya.
Non Performing Loan (NPL)
Seperti halnya perusahaan pada
umumnya, bisnis perbankan juga dihadapkan pada berbagai risiko, salah satu
risiko tersebut adalah risiko kredit. Pada penelitian ini rasio keuangan yang
digunakan sebagai proksi terhadap nilai suatu risiko kredit adalah rasio non
performing loan (NPL). Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank
dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin
tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang
menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit
bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Standar
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia adalah kurang dari 5%, dengan rasio dibawah
5% maka penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) yang harus disediakan bank
guna menutup kerugian yang ditimbulkan oleh aktiva produktif non lancar (dalam
hal ini kredit bermasalah) menjadi kecil. Non performing loan (NPL)
merefleksikan besarnya risiko kredit yang dihadapi bank, semakin kecil NPL,
maka semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam
memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk
membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan, bank wajib melakukan
pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur
dalam memenuhi kewajiban.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Loan to deposit
ratio (LDR) menunjukkan perbandingan
antara volume kredit dibandingkan volume deposit yang dimiliki oleh bank. Loan
to deposit ratio (LDR) digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank dengan
cara membagi jumlah kredit dengan jumlah dana. Loan to deposit ratio (LDR)
juga merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan
dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang
dapat dikumpulkan dari masyarakat. Ketentuan loan to deposit ratio (LDR)
menurut Bank Indonesia adalah maksimum 110%.
Ketersediaan dana dan sumber dana
bank pada saat ini dan di masa yang akan datang, merupakan pemahaman konsep
likuiditas dalam indikator ini. Likuiditas dinilai dengan mengingat bahwa
aktiva bank kebanyakan bersifat tidak liquid dengan sumber dana dengan
jangka waktu lebih pendek. Indikator likuiditas antara lain dari besarnya
cadangan sekunder (secondary reserve) untuk kebutuhan likuiditas harian,
rasio konsentrasi ketergantungan dari dana besar yang relatif kurang stabil,
dan penyebaran sumber dana pihak ketiga yang sehat, baik dari segi biaya maupun
dari sisi kestabilan.
Menurut Bank Indonesia, penilaian
aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank untuk mengelola tingkat likuiditas
yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi
kebutuhan yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin kegiatan
dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan
likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat melikuidasi assetnya secara
cepat dengan kerugian yang minimal (Surat Edaran Intern BI, 2004).
Peraturan Bank Indonesia menyatakan
bahwa kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan dengan LDR yaitu perbandingan
antara kredit dengan Dana Pihak Ketiga (DPK). Rasio ini digunakan untuk menilai
likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan
oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Loan to deposit ratio menunjukkan perbandingan
antara volume kredit dibandingkan volume deposit yang dimiliki oleh bank. Hal
ini berarti menunjukkan tingkat likuiditas semakin kecil dan sebaliknya karena
sumber dananya (deposit) yang dimiliki telah habis digunakan untuk membiayai
financing portofolio kreditnya. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya
kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank
dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan tidak
termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro,
tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito.
Standar yang digunakan Bank
Indonesia untuk rasio LDR adalah 80% hingga 110%. Jika angka rasio LDR suatu
bank berada pada angka dibawah 80% (misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa
bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang
berhasil dihimpun. Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi
(perantara) antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana,
maka dengan rasio LDR 60% berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak
tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank
tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemudian jika rasio LDR bank
mencapai lebih dari 110%, berarti total kredit yang diberikan bank tersebut
melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat
sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan
fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin tinggi
LDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin
rendah LDR menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan kredit.
Jika rasio LDR bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank
tersebut mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif). Dengan meningkatnya laba,
maka return on asset (ROA) juga akan meningkat, karena laba merupakan
komponen yang membentuk return on asset (ROA)
METODE PENELITIAN
Sumber dan Teknik Penelitian Data
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data laporan keuangan sebagai
mana yang tercantum di laporan keuangan Triwulanan dalam Direktori Perbankan
Indonesia dari Bank Indonesia selama lima tahun (periode 2007 - 2011). Teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti yaitu menggunakan pendekatan dokumen
dimana pengumpulan data yang dilakukan dengan mencari sumbersumber dokumen
perusahaan yang diperlukan dalam membahas masalah.
Metode Analisis
Analisis Kinerja Perbankan
Analisis kinerja perbankan dilakukan
dengan menghitung rasio-rasio keuangan, yaitu CAR (capital adequacy ratio),
operating efficiency ratio (OER) atau BOPO (biaya operasional terhadap
pendapatan operasional), NPL (non performing loan), dan LDR (loan to
deposit ratio), yang kemudian masing-masing rasio tersebut diuji
pengaruhnya terhadap rasio ROA (return on asset).
Analisis Regresi Berganda
Metode analisis yang digunakan
adalah model regresi linier berganda yang persamaannya dapat dituliskan sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3+ b4X4 + e
dimana:
Y = return on asset (ROA)
a = konstanta
X1 = capital adequacy ratio (CAR)
X2 = operating efficiency ratio (OER) Atau rasio biaya Operasi
terhadap pendapatan operasi (BOPO)
X3 = non performing loan (NPL)
X4 = loan to deposit ratio (LDR)
b1...bn = koefisien regresi
e = error term
Nilai koefisien regresi disini sangat menentukan sebagai dasar
analisis, mengingat penelitian ini bersifat fundamental method. Hal ini
berarti jika koefisien b bernilai positif (+) maka dapat dikatakan terjadi
pengaruh searah antara variabel independen dengan variabel dependen, setiap
kenaikan nilai variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel
dependen. Demikian pula sebaliknya, bila koefisien nilai b bernilai negatif
(-), hal ini menunjukkan adanya pengaruh negatif dimana kenaikan nilai variabel
independen akan mengakibatkan penurunan nilai variabel dependen.
Pengujian Hipotesis
Ketepatan fungsi regresi sampel
dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fit nya.
Secara statistik, setidaknya ini dapat diukur dari nilai statistik t, nilai
statistik F, dan nilai koefisien determinansi (R2). Perhitungan statistik
disebut signifikan secara statistik, apabila uji nilai statistiknya berada
dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya, disebut tidak
signifikan bila uji nilai statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima.
(1)
Uji F
Uji F digunakan untuk menguji
signifikansi pengaruh CAR (capital adequacy ratio), operating
efficiency ratio atau BOPO, NPL (non performing loan), dan LDR
(loan to deposit ratio) terhadap return on asset (ROA) secara
bersama-sama.
Keterangan:
Ho = Tidak ada
pengaruh yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating
efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan
to deposit ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada
PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Ha = Ada pengaruh
yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating
efficiency ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan
to deposit ratio (LDR) secara bersama-sama terhadap kinerja keuangan pada
PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Merumuskan
Hipotesis.
b)
Menentukan
tingkat signifikansi yaitu sebesar 0.05 (α=0,05).
c)
Membandingkan
Fhitung dengan Ftabel
Kriteria Pengujian:
Ø Bila Fhitung < F tabel, maka Ho diterima, artinya tidak
ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama CAR, OER atau BOPO, NPL, dan
LDR terhadap ROA.
Ø Bila Fhitung ≥ F tabel, Ho ditolak, artinya ada pengaruh
yang signifikan secara bersama-sama CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR terhadap
ROA.
(2) Uji t
Uji t digunakan untuk menguji
signifikansi pengaruh rasio keuangan perbankan syariah terhadap kinerja
perbankan di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu uji t ini digunakan untuk
menguji hipotesis.
Keterangan:
Ho =Tidak ada pengaruh
yang signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency
ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to
deposit ratio (LDR) secara parsial terhadap kinerja keuangan pada PT. Bank
Muamalat Indonesia Tbk.
Ha = Ada pengaruh yang
signifikan antara capital adequacy ratio (CAR), operating efficiency
ratio (OER) atau BOPO, non performing loan (NPL), dan loan to deposit
ratio (LDR) secara parsial terhadap Kinerja Keuangan pada PT. Bank Muamalat
Indonesia Tbk.
Kriteria Pengujian:
Ø Bila t hitung < t tabel atau, maka Ho diterima , artinya tidak
ada berpengaruh antara CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR secara parsial terhadap
ROA.
Ø Bila t hitung ≥ t tabel, Ho ditolak , artinya ada berpengaruh
antara CAR, OER atau BOPO, NPL, dan LDR secara parsial terhadap ROA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar